Makalah PENDEKATAN BEHAVIORAL dalam Konseling
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Behaviorisme
adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Behaviorisme ditandai
oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang
diamati. Pendekatan behavioristik memandang setiap orang memiliki kecenderungan
positif dan negative yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan
oleh lingkungan sosial budayanya. Meskipun berkeyakinan bahwa segenap tingkah
laku pada dasarnya merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan lingkungan dan faktor
genetik.
Sering
kali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya berlebih atau ia
kekurangan tingkah laku yang pantas, konseler yang mengambil pendekatan
behavioral membantu klien untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas,
atau membantu mereka untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang
berlebih. Dengan kata lain, membantu klien agar tingkah lakunya menjadi lebih
adpatif dan menghilangkan yang maladaptif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan behavioral
konseling?
2. Apa sajakah tujuan behavioral konseling?
3. Bagaimana Pengaplikasian behavioral
dalam konseling?
4. Apa kelebihan dan kekurangan behavioral
dalam konseling?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian behavioral
dalam konseling
2. Untuk mengetahui apasaja tujuan
behavioral dalam konseling
3. Untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari behavioral dalam konseling
4. Untuk mengetahui cara pengaplikasian behavioral
dalam konseling
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Behavioral
Pendekatan
behavioral adalah studi yang dilakukan oleh Watson dan Rayner yang menggunakan
anak sebagai subyek tentang rasa takut
yang dipelajari (conditioned). [1]
Melalui konseling behavioral, perubahan perilaku anak itu harus diusahakan
melalui proses belajar (learning) atau belajar kembali (relearning)
yang berlangsung selama proses bimbingan dan konseling. Dengan demikian proses
bimbingan dan konseling dipandang sebagai proses pendidikan yang terpusat pada
usaha membantu belajar perilaku baru.
Menurut
pandangan behavioral, manusia belajar dengan berbagai cara antara lain melalui
‘belajar signal’ menurut konsep Ivan Pavlop, belajar melalui ‘peneguhan dan
penguatan’ (reinforcement) menurut konsep J.F. Skinner, serta ‘belajar
dari model’ menurut konsep Albert Bandura.[2]
Konseling behavioral dikenal juga dengan modifikasi perilaku yang dapat
diartikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku. Para ahli
behavioristik memandang bahwa gangguan tingkah laku adalah akibat dari proses
belajar yang salah. Oleh karena itu, perilaku tersebut dapat diubah dengan
mengubah lingkungan lebih positif sehingga perilaku menjadi positif pula.
Perubahan tingkah laku inilah yang memberikan kemungkinan dilakukannya evaluasi
atas kemajuan klien secara lebih jelas. [3]
B. Tujuan Konseling Behavioral
Menurut
Corey menyatakan bahwa tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan
kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya adalah segenap
tingkah laku adalah dipelajari (learned). Secara umum tujuan konseling
behavioral adalah:
1. Menciptakan kondisi baru pembelajaran
2. Menghapus tingkah laku non adaktif untuk
digantikan perilaku yang adaptif
3. Meningkatkan personality choice
Sementara
itu tujuan behavioristik secara khusus adalah mengubah tingkah laku adaptif
dengan cara memperkuat tingkah laku yang diharapkan dan meniadakan perilaku
yang tidak diharapkan serta berusaha menemukan cara-cara bertingkah laku yang
tepat.[4]
C. Aplikasi behavioristik dalam proses
Bimbingan Konseling
Menurut teori behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu
menunjukan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.
Menurut teori ini yang terpenting adalah
masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa
respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap
tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati.
Faktor lain yang juga dianggap penting
oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguat
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan
ditambahka (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga
bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan tetap
dikuatkan.
D. Kelebihan dan kekurangan teori
Behavioristik
Teori behavioristik seringkali tidak
mampu menjelaskan masalah yang dihadapi klien terutama dalam hal belajar, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar yang
tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respons. Teori ini
tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus
dan respons ini, dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan antara stimulus yang diberikan dan responsnya. Namun, kelebihan
dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan
proses pemebentukan atau snapping, yaitu membawa siswa menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi.
Aplikasi teori behavioristik dalam
pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas “mimetic”
yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian
keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi
menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya.[5]
[1] Rukaya, Aku Bimbingan
dan Konseling, (Guepedia: Cibubur, 2019), 45-46.
[2] Ahmad Susanto, Bimbingan
dan Konseling di Taman Kanak-Kanak, (Prenadamedia Group: Jakarta, 2015), 356.
[3] Namora Lumanggo Lubis, Memahami
Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, (Kencana Prenada Media
Group: Jakarta, 2011), 167-168.
[4] Namora Lumanggo Lubis, Memahami
Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, (Kencana Prenada Media
Group: Jakarta, 2011), 171.
[5] Fenti Hikmawati, Bimbingan
Konseling,(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 111.
Oleh:
Fika Umi Yani
Muhammad Fadla Amna
Muhammad Yahya
Maya Novitasari
Berikan Komentar untuk "Makalah PENDEKATAN BEHAVIORAL dalam Konseling"
Posting Komentar