HAJI dan UMRAH KONTEMPORER
A.
Pengertian Haji Dan
Umrah
1.
Haji
Haji menurut bahasa adalah menyengaja. Sedangkan menurut istilah, haji adalah sengaja mengunjungi Ka’bah dan tempat-tempat lainnya dengan niat beribadah pada waktu tertentu dengan syarat-syarat dan dengan cara-cara tertentu pula. Sayyid Sabiq dalam fiqh sunnah menjelaskan bahwa Haji adalah menyengaja ke Makkah untuk menunaikan ibadah thawwaf, sa’i, wukuf di Arafah dan menunaikan rangkaian manasik dalam rangka memenuhi perintah Allah dan mencari ridhaNya.

Melaksanakan ibadah haji
hanya diwajibkan sekali seumur hidup bagi mereka yang telah memenuhi
syarat-syarat wajib haji, selebihnya hukumnya sunah. Karena Rasulullah
sendiri selama hidupnya hanya melakukan ibadah haji sekali saja.
2.
Umrah
Umrah secara bahasa
adalah ziarah. Sedangkan menurut istilah umrah adalah ziarah ke
ka’bah, thawaf, sa’i, dan tahallul. Atau dengan pengertian lain,
bahwa umrah adalah ibadah yang dilakukan dengan ihram dari miqat,
kemudian thawaf, sa’i dan diakhiri dengan tahallul (mencukur/mengunting
rambut) serta dilakukan dengan tertib. Jika haji hanya diwajibkan sekali dalam
seumur hidup dan waktunya tertentu saja. Maka Umrah dapat dikerjakan
sewaktu-waktu di luar waktu mengerjakan haji.
B.
Syarat Wajib dan
Syarat Sah Haji
1.Syarat Wajib Haji
Syarat wajib haji
ialah syarat-syarat yang apabila terpenuhi, maka wajiblah orang tersebut
untuk melaksanakan haji. Sebaliknya apabila syarat-syaratnya tidak terpenuhi,
maka gugurlah kewajiban haji tersebut. Para ahli fiqh sepakat bahwa syarat-syarat
wajib seseorang untuk melaksanakan haji adalah sebagai berikut:
a.
Islam
b.
Berakal sehat
c.
Baligh (dewasa)
d.
Merdeka, bukan hamba sahaya
e.
Istitha’ah (mampu), baik biaya,
kesehatan, maupun keamanan dalam perjalanan
2.
Syarat Sah Haji
a.
Agama Islam
b.
Dewasa / baligh (bukan mumayyis)
c.
Tidak gila / waras
d.
Bukan budak (merdeka)
C.
Rukun Haji
Rukun
Haji adalah perbuatan-perbuatan yang harus dilaksanakan atau dikerjakan
sewaktu melaksanakan ibadah haji, dan apabila ditinggalkan ibadah hajinya tidak
sah. Adapun rukun haji itu ialah:
a.
Ihram
Irham ialah
berniat memulai mengerjakan haji atau umrah atau keduanya sekaligus. Ihram
wajib dimulai dari miqat zamani maupun miqat makani. Sebelum
memulai ihram disunnahkan mandi, membersihkan badan, memotong kuku, mencukur
kumis, dan memakai wangi-wangian pada tubuh dan rambut. Setelah memakai pakaian
ihram disunahkan shalat dua rakaat dan selalu membaca talbiah.
Pakaian irham bagi
pria, memakai dua helai kain yang tidak terjahit, satu diselendangkan dan satu
lagi sarungkan. Pakaian ihram disunatkan yang berwarna putih. Boleh memakai
ikat pinggang yang tidak disimpul mati, tetapi tidak boleh memakai baju dan
celana dalam. Sedangkan bagi wanita, memakai pakaian yang menutupi seluruh
tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan.
b.
Wukuf di Arafah
Wukuf
adalah hadir dan berada di padang Arafah yang dilakukan pada waktu yang telah
ditentukan, yaitu mulai tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah
sampai terbitnya fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Artinya orang
yang sedang mengerjakan haji wajib berada di padang Arafah pada waktu tersebut.
Hal ini didasarkan pada sabda rasulullah SAW
:
عن عبد الرحمن ابن
يعمر: أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال الحجّ عرفة من جاء لـيلة جمع قـبل
طلوع الفجر فقد أدرك (رواه أحمد وأصحاب السنن)
Artinya: ”Dari
Abdurrahman bin Ya’mur, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Haji itu wukuf di
Arafah. Barang siapa yang datang pada tanggal 10 Dzulhijjah sebelum terbit
fajar, sesungguhnya ia telah mendapatkan waktu yang sah (haji). (HR. Ahmad dan
ashhabus Sunan).
Wukuf dilakukan setelah
shalat jama’ taqdim zhuhur dan ashar. Wukuf dapat dilaksanakan dengan berjamaah
atau sendiri-sendiri, dengan memperbanyak dzikir, istighfar, dan do’a. Sesuai
dengan sunnah Rasul, wukuf dilakukan dengan berjamaah kemudian diberikan
khutbah. Dalam wukuf, jama’ah haji tidak disyaratkan suci dari hadats. Oleh
karena itu wanita-wanita yang sedang haid atau nifas boleh melakukan wukuf.
Pelaksanaan wukuf jamaah yang sakit dilakukan dengan pelayanan khusus sesuai
dengan kondisi kesehatannya, yang penting berada di Arafah sebagaimana yang
telah diisyaratkan Rasul. Bagi yang tidak melakukan wukuf di Arafah maka hajinya tidak sah. Berarti masih
berkewajiban melaksanakan haji di tahun-tahun berikutnya apabila memiliki
kemampuan.
c.
Thawaf ifadah
Thawaf adalah perbuatan
mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Thawaf ada empat macam yaitu thawaf
rukun yang disebut thawaf ifadhah, sehingga apabila ditinggallkan atau tidak
dikerjakan hajinya tidak sah/batal. Sedangkan tiga yang lainnya
adalah thawaf qudum (thawaf selamat datang), thawaf wada’ (thawaf
selamat tinggal) yang oleh madzhab syafi’i dimasukkan sebagai wajib haji
sehingga apabila ditinggalkan dikenakan dam, serta thawaf Tathawwu’ atau
thawaf sunah.
Adapun
syarat-syarat orang yang melakukan thawaf adalah sebagai berikut :
a.
Suci
dari hadats (hadats kecil maupun besar) dan najis
b.
Menurut
aurat
c.
Sempurna
tujuh kali putaran. Apabila ragu mengenai jumlah putarannya maka hitunglah
jumlah yang sedikit, kemudian tambah putarannya sampai mencukupi tujuh kali
d.
Thawaf
dimulai dari hajar Aswad dan diakhiri pula di hajar Aswad
e.
Ka’bah
berada di sebelah kiri orang yang thawaf, apabila berada di sebaliknya maka
thawafnya tidak sah
f.
Thawaf
itu di luar Ka’bah dan masih berada di dalam Masjidil haram.
d.
Sa’i.
Sa’i
adalah berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh
kali. Adapun syarat-syarat Sa’i adalah sebagai berikut:
a.
Waktu
sa’i hendaknya dilakukan setelah thawaf
b.
Sa’i
hendaknya dilakukan tujuh kali
c.
Sa’i
dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah.
e.
Tahallul (mencukur atau mengunting rambut
sedikitnya 3 helai)
Mencukur
rambut adalah salah satu rukun haji yang berfungsi sebagai bagian
dari tahallul (penghalal) terhadap beberapa hal yang diharamkan dalam
haji. Dalam mencukur rambut paling sedikit tiga helai rambut. Bagi wanita tidak
perlu mencukur rambut tetapi cukup memotong atau digunting. Hal ini didasarkan
pada hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim, Rasulullah bersabda ”Semoga Allah merahmati orang-orang yang mencukur
rambut (Muhallaqin), lalu para sahabat bertanya apa juga termasuk orang yang
memotong rambut ya Rasul, yang diulang-ulang sampai tiga kali. Beliau pun
mengulang jawaban sampai tiga kali, Allah merahmati orang yang mencukur, baru
beliau menjawab yang keempat kalinya, semoga juga orang yang memotong rambut
(muqashirin)”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebab
dari diulang-ulangnya doa yang diucapkan Rasulullah bagi orang-orang yang
mencukur (muhallaqin), menandakan bahwa mencukur atau memotong rambut itu wajib
dilakukan, seperti hadits tersebut di atas. Hal itu juga diisyaratkan oleh
al-Qur’an dalam surat al-Fath (48) ayat 27. Adapun orang melakukan pemotongan
itu haruslah orang lain yang sudah haji atau sudah tahalul lebih dahulu.
f.
Tertib
Menertibkan
rukun artinya mendahulukan rukun yang semestinya lebih dahulu dikerjakan.
Seperti mendahulukan ihram dari rukun-rukun lain, mendahulukan wukuf di Arafah
daripada thawaf, mendahulukan Sa’i daripada bercukur (tahallul).
D.
Wajib Haji
Wajib
haji adalah ketentuan-ketentuan haji baik berupa perbuatan maupun perkataan
yang wajib dilaksanakan dalam ibadah haji, jika ditinggalkan hajinya tetap sah
tetapi wajib membayar dam (denda). Wajib haji itu meliputi Ihram dari
miqat, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, melempar jumrah, menjauhkan diri
dari hal-hal yang dilarang selama ihram, serta thawaf wada’.
1.
Ihram
dari Miqat
Disini
yang menjadi wajib haji adalah dari miqat-nya dan bukan ihramnya karena
ihram sendiri termasuk rukun haji. Yang dimaksud Miqat adalah tempat dan waktu
yang ditentukan untuk mengerjakan haji. Ihram dari miqat artinya niat haji dan
atau umrah dari miqat, baik miqat makani maupun miqat zamani.
Diantara miqat makani (tempat memulai ihram) adalah Bir Ali, Ji’ronah, Tan’im,
dan Bandara King Abdul ’Aziz.
2.
Mabit
(bermalam) di Muzdalifah
Secara
harfiah mabit berarti bermalam. Sedangkan menurut istilah, mabit di muzdalifah
adalah berada di Muzdalifah hingga lewat tengah malam, boleh dalam kondisi jaga
maupun tidur. Mabit di Muzdalifah dilakukan setelah wukuf di
Arafah, yaitu sesudah terbenam matahari tanggal 9 Dzulhijjah. Pada saat mabit
di Muzdalifah biasanya dipergunakan untuk mengambil kerikil sebanyak 49 buah
atau 70 buah guna melempar jumrah. Jamaah haji yang tidak melakukan mabit di
Muzdalifah diwajibkan membayar dam.
3.
Melempar Jumrah
Melempar
jumrah yaitu melempar tugu/jumroh yang telah ditentukan sebanyak tujuh
kali lemparan dengan menggunakan kerikil/batu kecil.
Pada
tanggal 10 Dzulhijjah, melempar jumroh yang wajib dilakukan jamaah haji
hanyalah melempar jumroh ’aqabah sebanyak tujuh kali lontaran hingga mengenai
tugu aqabah atau minimal masuk pada kubangan yang ada pada tugu tersebut dengan
niat mengusir syaitan. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan tahallul awal yang
ditandai dengan pemotongan rambutnya oleh orang yang sudah berhaji guna memperoleh
halalnya semua larangan-larangan haji, selain larangan bersetubuh. Adapun waktu
yang syah untuk melempar dimulai setelah lewat tengah malam sampai terbenam
matahari, sedangkan waktu yang paling utama dalam melempar jumrah Aqabah adalah
waktu dhuha.
Sedangkan
melempar jumroh yang disyariatkan pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, pada
setiap harinya ada tiga jumroh yaitu jumroh ula, jumroh wustha, dan jumroh
’aqabah yang utamanya dilaksanakan sesudah tergelincir matahari (matahari mulai
condong ke barat). Masing-masing jumroh dilempar sebanyak tujuh kali, dengan
setiap lemparan satu kerikil. Melempar jumroh itu boleh hanya sampai pada
tanggal 12 Dzulhijjah saja lalu kembali ke Mekkah yang disebut nafar
awal. Dan bagi orang yang ingin menyempurnakannya sampai tanggal 13 Dzulhijjah
disebut nafar tsani.
4.
Mabit
(bermalam) di Mina
Pada
tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah diwajibkan bermalam di Mina atau berada di
Mina hingga lewat tengah malam. Bagi yang nafar awal boleh bermalam
di Mina hanya pada malam 11 dan 12 Dzulhijjah saja.
5.
Menjauhkan
diri dari hal-hal yang dilarang (muharramat)
Menjauhkan
diri dari muharramat artinya meninggalkan atau menghindarkan
diri dari melakukan hal-hal yang terlarang dalam haji. Orang yang melanggar
hal-hal yang terlarang, wajib baginya membayar denda (dam).
6.
Thawaf Wada’
Thawaf
Wada’ (thawaf perpisahan) dilakukan ketika akan meninggalkan baitullah di
Mekkah. Cara melakukannya sama dengan thawaf yang lain, yaitu mengelilingi
Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran.
E.
Sunah Haji
Sunah haji adalah hal-hal yang dianjurkan
untuk dilakukan dalam haji guna kesempurnaan ibadah haji dan apabila
ditinggalkan hajinya tetap syah. Adapun hal-hal termasuk sunnah haji, yaitu:
1.
Membaca
talbiyah dengan suara nyaring bagi laki-laki dan dibaca dengan suara pelan
bagi perempuan. Waktu membacanya yaitu sejak ihram sampai saat melempar jumrah
’aqabah pada hari raya qurban. Lafadz talbiyah sebagai berikut:
لبّـيك اللّهمّ لبّـيك,
لبّـيك لا شريـك لـك لبّـيك انّ الحمـد و النّعـمة لك والملك لا شريك لك
Artinya, “Aku datang memenuhi
panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu
bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu, Sesungguhnya segala puji dan kebesarannya
untuk-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu”.
2.
Membaca
shalawat dan do’a sesudah membaca talbiyah.
3.
Melaksanakan
thawaf qudum. Thawaf qudum disebut juga dengan thawaf talbiyah, karena
thawaf ini adalah thawaf penghormatan kepada Ka’bah.
4.
Masuk ke Ka’bah (baitullah) dari Hijir Ismail.
Hal ini sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi.
F.
Larangan-Larangan Bagi
Orang Yang Melakukan Haji
1.
Memakai pakain yang dijahit (menyarung), kecuali
wanita.
2.
Menutup kepala bagi laki-laki dan menutup muka
bagi wanita. (boleh melakukan sesuatu yang tidak dianggap tidak menutup,
misalnya meletakkan tangan di atas kepala)
3.
Memotong atau mencabut kuku kecuali jika kuku
itu pecah dengan sendirinya dan pecahnya itu menganggu terlaksananya amalan
ihram maka boleh menghilangkan kuku yang pecah itu
4.
Memotong atau mencabut atau menyisir rambut
5.
Memakai wangi-wangian
6.
Berburu binatang yang halal dimakan dagingnya
7.
Memotong pohon yang tumbuh ditanah haram
8.
Nikah atau menikahkan
9.
Bersetubuh
10. Bersentuhan kulit
dengan maksud menyalurkan nafsu sahwat.
G.
Tata Urutan Melakukan
Ibadah Haji
1.Melakukan ihram dari
miqat
2.Wukuf di Arrafah
3.Mabit di Muzdalifah,
Mekah
4.Melempar jumrah
‘aqabah
5.Tawaf ifadah
6.Mabit di Mina
7.Tahalul
H.
Macam - Macam Haji
Haji
terbagi menjadi 3 bagian, yaitu Haji Tamattu', Haji Ifrad dan yang terakhir
adalah haji Qiran.
1.Haji Tamattuk
Haji Tamattuk artinya
bersenang-senang, yang berarti pelaksanaan ibadah haji disebut Tamattuk apabila
seseorang melaksanakan ibadah umrah dan Haji di bulan haji yang sama
dengan mendahulukan ibadah Umroh. Maksudnya, ketika seseorang mengenakan
pakaian ihram di miqat-nya, hanya berniat melaksanakan ibadah Umroh. Jika
ibadah Umrohnya sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembali
untuk melaksanakan ibadah Haji.
Haji Tamattuk dapat
juga berarti melaksanakan ibadah Umroh dan Haji didalam bulan-bulan serta di
dalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asalnya.
2.Haji Ifrad
Haji Ifrad artinya
menyendiri, yang berarti pelaksanaan ibadah haji bisa disebut ifrad
apabila seseorang melaksanakan
ibadah haji dan umroh dilaksanakan secara
sendiri-sendiri, dengan mendahulukan ibadah haji. Artinya, ketika calon jamaah
haji mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, hanya berniat melaksanakan ibadah
haji. Jika ibadah hajinya sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram
kembali untuk melaksanakan ibadah umroh.
3.Haji Qiran
Haji
Qiran artinya menggabungkan, yang berarti pelaksanaan ibadah Haji
disebut Qiran jika seseorang melaksanakan ibadah Haji dan Umroh disatukan
dengan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umroh. Haji Qiran
dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan melaksanakan
semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin akan memakan waktu
lama. Demikian sedikit penjelasan mengenai pembagian dan macam-macam
serta jenis dari ibadah haji yang merupakan pengetahuan dasar haji bagi setiap
calon jamaah yang akan melaksanakannya.
I.
Dam (Denda)
Perlu
diketahui bahwa yang dikenakan wajib dam adalah karena sembilan perkara, yaitu:
melakukan haji tamattuk, qiron, kehilangan waktu wukuf di Arofah, tidak
melempar jumroh yang tiga, tidak mabit di Muzdalifah dimalam nahar, tidak mabit
di Mina pada malam-malam hari Tasyrik, tidak berikhram dari miqat, tidak
melakukan thowaf wada' tidak berjalan kaki apabila memang tadinya dinadzarkan
demikian jika melakukan ibadah haji. Seperti itulah yang dinamai "Dam
Tartib dan Taqdir".
Sedangkan
yang di maksud dengan "Dam Taqdil" yaitu berupa kewajiban yang
pertama kali unta, apabila tidak mendapatkannya barulah sapi, bila tidak
mendapatkan sapi maka kambing sebanyak 7 ekor. Ini bagi perbuatan pelanggaran
berupa hubungan seksual yang merusak ibadah haji. Adapun orang yang terhalang
menyelesaikan haji, maka hanya terkena dam seekor kambing saja. Apabila tidak
menemukan 7 ekor kambing maka ia harus membeli makanan yang nilai harganya sama
dengan 7 ekor kambing itu lalu disedekahkan kepada fakir miskin di tanah Arab.
Adapun yang di maksud
dari pada "Takdil" yaitu bila pelanggar tidak mampu memberikan
makanan, bolehlah mengganti takdil dengan puasa dan setiap 1 mud mengganti
puasa 1 hari. Hal ini berkaitan dengan dua sebab, yaitu sebab hubungan seksual
yang merusak ibadah haji atau terkepung musuh.
J.
Masalah Kontemporer
Haji dan Umrah
Ada permasalahan haji pada saat ini yang mungkin
sangat tidak bisa dilewatkan bagi kaum Muslimin, diantaranya :
1.
Haji tidak lepas
dengan Permasalahan Perbankan, bagi seorang Muslim yang ingin menjauhkan dari
perbankan karena di dalamnya ada unsur riba, maka seorang Jama’ah haji pasti
tidak akan bisa menghindarinya, karena sejak mulai pendaftaran harus lewat
perbankan.
2.
Haji
memungkinkan seseorang untuk intiqolul madzhab. Umat Islam Indonesia kebanyakan
adalah penganut Syafi’iyyah, dimana bersentuhan kulit antara laki-laki dan
perempuan dapat membatalkan wudhu, sedangkan dalam kondisi pelaksanaan Ibadah
haji kurang lebih 2 juta umat manusia dari penjuru dunia kumpul di Makkah, ini
sangat sulit menghindari persentuhan kulit tersebut, maka jalan yang ditempuh
adalah intiqolul madzhab.
3.
Penundaan masa
haid bagi wanita Pada dasarnya ada dua faktor yang menjadi alasan bagi wanita
untuk memakai obat pengatur siklus haid, yaitu: Untuk keperluan ibadah dan
untuk keperluan diluar ibadah.
4.
Permasalahan
miqod Ada 2 macam miqot, yaitu : Miqot zamaniyah yaitu bulan-bulan haji, mulai
dari bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah. Miqot makaniyah yaitu tempat
mulai berihram bagi yang punya niatan haji atau umroh. Ada lima tempat:
a. Dzulhulaifah
(Bir ‘Ali), miqot penduduk Madinah
b. Al
Juhfah, miqot penduduk Syam
c. Qornul
Manazil (As Sailul Kabiir)
d. Yalamlam
(As Sa’diyah), miqot penduduk Yaman.
e. Dzat
‘Irqin (Adh Dhoribah), miqot penduduk Iraq. Bagi penduduk daerah tersebut dan
yang melewati miqot itu.
Sebagian
jama’ah haji dari negeri kita, meyakini bahwa Jeddah adalah tempat awal ihram.
Mereka belumlah berniat ihram ketika di pesawat saat melewati miqot, namun
beliau tidak menetapkannya sebagai miqot. Inilah pendapat mayoritas ulama yang
menganggap Jeddah bukanlah miqot. Ditambah lagi jika dari Indonesia yang berada
di timur Saudi Arabia, berarti akan melewati miqot terlebih dahulu sebelum
masuk Jeddah, bisa jadi mereka melewati Qornul Manazil, Dzat ‘Irqin atau
Yalamlam.
K. Hikmah
Haji dan Umrah
1.
Dengan haji kaum muslimin dapat mengambil I'tibar dan
pelajaran dari seginya, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
2.
Sebagai pertanda syi'ar agama Allah yang wajib diagungkannya
3.
Sebagai wujud penghambaan kepada Allah dan bukti ubudiyah
kepada-Nya
4.
Menjadikan Baitullah sebagai orientasi atau landasan dalam
menjalani hidup
5.
Sebagai tamu Allah yang dipenuhi segala permohonannya
6.
Mendidik untuk evaluasi diri dan dapat menapak tilas
perjalanan hidup
7.
Mendidik untuk berusaha tak mengenal lelah
8.
Mendidik agar mempersiapkan masa depan
L.
Daftar Pustaka
Amar,
Imron Abu. Fat-hul Qarib. Kudus: Menara, 1983.
Luth,
Thohir. Syariat Islam Tentang Haji dan Umrah. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Ritongga,
A. Rahman dan Zainudin MA. Fiqih Ibadah. Jakarta: Penerbit Gaya Media
Pratama, 2002.
Berikan Komentar untuk "HAJI dan UMRAH KONTEMPORER"
Posting Komentar