INTERAKSI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL DALAM ORGANISASI MASYARAKAT ATAU ALIRAN KEPERCAYAAN YANG DIANUT OLEH AGAMA ISLAM

ABSTRAK

       Islam dan Budaya merupakan dua hal yang dari dulu tidak bisa dipisahkan, tetapi keduanya merupakan dua hal yang saling melengkapi. Islam merupakan symbol agama yang dianut oleh seorang manusia, sedangkan budaya merupakan tradisi turun temurun yang diwariskan oleh leluhur desa atau kota setempat. Bukti adanya interaksi antara islam dan budaya dapat kita lihat dari dakwah yang dilakukan oleh sunan kalijaga, islam disebarkan dengan cara menampilkan budaya yang dimiliki masyarakat setempat yang berupa wayang. Interaksi antara islam dan budaya menghasilkan perpaduan yang indah ketika dimanfaatkan dengan cara yang benar. Interaksi antara islam dan budaya ini bisa kita sebut sebagai akulturasi budaya, yaitu perpaduan dua budaya.

Kata Kunci : Islam,Budaya dan Interaksi.

A.    PENDAHULUAN

Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi, karena pada dasarnya kedua hal tersebut terdapat nilai dan symbol. Agama mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya, sedangkan kebudayaan dapat mempengaruhi sistem nilai dan simbol agama. Agama adalam simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan, sedangkan kebudayaan mengandung nilai supaya manusia dapat hidup didalamnya. Sehingga selalu terdapat korelasi antara agama dan kebudayaan.

Kehadiran islam ditengah masyarakat yang sebelumnya sudah memiliki nilai-nilai budaya dan adat istiadat mengakibatkan terjadinya interaksi antar dua unsur budaya yakni budaya islam dan budaya lokal. Dalam interaksi antara islam dengan kebudayaan lokal pastilah proses yang dilakukan tidak mudah, pasti akan ada penolakan dan persetujuan. Jika dalam proses interaksi unsur-unsur budaya mengandung unsur yang bertentangan maka akan terjadi penolakan dan apabila unsur-unsur budaya dapat dimodifikasi dan dapat disesuaikan dengan kebudayaan lokal yang ada maka akan diterima oleh masyarakat.

Dalam Interaksi islam dan budaya lokal dalam organisasi masyarakat atau aliran yang dianut oleh masyarakat kelompok kami mencontohkan kegiatan tradisi perayaan grebek Besar yang dilaksanakan Masyarakat Demak yang dimana kegiatan tersebut merupakan akulturasi dari kebudayaan islam dengan kebudayaan lokal masyarakat kota demak.

Dari deskripsi diatas maka penulis ingin mengkaji beberapa rumusan masalah, yakni :

1.      Bagaimana korelasi antara Islam dengan Budaya Lokal?

2.      Bagaimana pola interaksi Islam dengan Budaya Lokal?

3.      Bagaimana pelaksanaan tradisi perayaan grebek Besar yang dilaksanakan Masyarakat Demak?

 

B.     HASIL DAN PEMBAHASAN

1.      Korelasi antara Islam dengan Budaya Lokal

Islam dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena keduanya terdapat nilai dan simbol. Tetapi keduanya perlu dibedakan, yaitu Islam adalah sesuatu yang universal, abadi (parennial) dan tidak mengenal perubahan (absolut) pada aspek tauhid. Sedangkan kebudayaan bersifat relatif dan temporer.

Islam sebagai agama universal merupakan rahmat bagi semesta alam dan dalam kehadirannya di muka bumi, Islam berbaur dengan budaya lokal suatu masyarakat (local culture), sehingga antara Islam dengan budaya lokal tidak bisa dipisahkan, melainkan keduanya merupakan bagian yang saling mendukung dan melengkapi. Agama bernilai mutlak, tidak berubah menurut perubahan waktu dan tempat. Tetapi berbeda dengan budaya, sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Kebanyakan budaya berdasarkan agama, namun tidak pernah terjadi sebaliknya, agama berdasarkan budaya. Oleh karena itu, agama adalah primer, dan budaya adalah sekunder. Budaya dapat berupa ekspresi hidup keagamaan, karena ia sub-kordinat terhadap agama.

Islam maupun kebudayaan, sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang dalam mensikapi kehidupan agar sesuai dengan kehendak Allah dan kemanusiaannya. Oleh karena itu, biasanya terjadi interaksi antara Islam dengan kebudayaan tersebut. Agama memberikan warna (spirit) pada kebudayaan, sedangkan kebudayaan memberi kekayaan terhadap agama. Secara lebih luas, Islam dan budaya lokal dapat dilihat dalam perspektif sejarah, karena Islam dalam penyebarannya selalu berhadapan dengan keragaman budaya lokal setempat, sehingga strategi dakwah yang digunakannya seringkali dengan mengakomodasi budaya lokal tersebut dan kemudian memberikan spirit keagamaannya. Terdapat dua hal yang perlu dipahami dari interaksi Islam dan budaya, yaitu Islam sebagai konsepsi sosial budaya yang disebut dengan great tradition (tradisi besar), dan Islam sebagai realitas budaya yang disebut dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition.[1] Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat, ajaran Islam telah menjadi pola anutan. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat. Di sisi lain budaya-budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya budaya lokal ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Islam sama sekali tidak menolak tradisi atau budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Bahkan dalam penetapan hukum Islam dikenal salah satu cara melakukan ijtihad yang disebut urf, yaitu penetapan hukum dengan mendasarkan pada tradisi yang berkembang dalam masyarakat. Dengan cara ini berarti tradisi dapat dijadikan dasar penetapan hukum Islam dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang tertuang dalam Al Qur'an dan Hadits Nabi Saw.

Proses Interaksi Islam dengan budaya lokal menunjukkan bahwa Islam dapat terakomodasi oleh nilai-nilai lokal dan pada sisi lain Islam berusaha mengakomodasi nilai-nilai lokal. Proses inilah yang disebut dengan pribumisasi Islam, yaitu bagaimana Islam sebagai ajaran yang normatif diakomodasikan ke dalam kebudayaan tanpa kehilangan identitas masing-masing. Pribumisasi Islam adalah kebutuhan bukan untuk menghindari polarisasi antara agama dan budaya.[2] Pada konteks selanjutnya, akan tercipta pola-pola keberagamaan (Islam) yang sesuai dengan konteks lokalnya. Sehingga Islam tidak kaku dalam menghadapi realitas sosial masyarakat yang dinamis.[3]

2.      Pola Interaksi Islam Dengan Budaya Lokal

Masuknya Islam ke Nusantara dalam perkembangan selanjutnya terjadi interaksi budaya yang saling mempengaruhi. Tetapi dalam proses interaksi tersebut, kebudayaan tradisional setempat yang masih tetap kuat sehingga terdapat perpaduan antara budaya lokal dengan budaya islam. Perpaduan inilah yang disebut dengan akulturasi kebudayaan. Yakni, kebudayaan masyarakat lokal dengan kebudayaan islam. Sebuah unsur budaya dalam proses interaksi akan tertolak, bila terjadi pertentangan yang sangat mencolok dengan nilai-nilai budaya lokal.namun jika unsur-unsur yang bertentangan tersebut dapat disesuaikan, maka dapat dimodifikasi agar dapat menyesuaikan dengan budaya yang berlaku.dapat juga dilakukan reinterpretasi atau penafsiran kembali agar unsur unsur baru tersebut dapat diterima masyarakat setempat . Hal tersebut dapat terjadi dalam sebuah interaksi dalam setiap kebudayaan.Setiap kebudayaan mempunyai kemampuan untuk bertahan dan menyeleksi pengaruh budaya dari luar dengan bentuk penolakan atau mendiamkan, akomodasi ataupun integrasi budaya luar ke dalam budaya asli.

Interaksi islam dengan budaya lokal dapat dilihat dari pola-pola, yaitu konflik, adaptasi atau akomodasi, asimilasi dan integrasi. Proses adaptasi dan asimilasi yang terjadi diantara konflik dan integrasi dapat menghasilkan perpaduan antara masing-masing nilai budaya untuk mencapai suatu budaya khusus yang bercitra lokal. Hal ini memungkinkan untuk mewujudkan suatu budaya. Karena, dalam setiap pertemuan antara dua budaya manusia membentuk, memanfaatkan dan mengubah hal-hal yang paling sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dijawa terdapat pola dialog, yaitu munculnya suatu tipe tradisi tertentu. Pola dialog dapat menimbulkan konflik maupun keharmonisan. Bila konflik yang terjadi, berarti Islam dan Budaya Lokal tidak membentuk suatu hubungan yang serasi dan statis. Sedangkan apabila harmonis yang terjad, berarti Islam dan Budaya Lokal membentuk sebuah hubungan yang serasi dan dinamis sehingga melahirkan tradisi islam bercitra lokal. Pola dialog ini disebut juga dengan pola pribumisasi.[4]

3.      Pelaksanaan tradisi perayaan grebek Besar yang dilaksanakan Masyarakat Demak

a.       Makna Tradisi Perayaan Grebek Besar

Kata bahasa Jawa Garebeg, Grebeg, Gerbeg, bermakna : suara angin yang menderu. Kata lainnya yaitu anggarebeg, mengandung makna mengiring raja, pembesar atau pengantin. Grebeg bisa juga diartikan digiring, dikumpulkan, dan dikepung. Jadi grebeg bisa berarti dikumpulkan dalam suatu tempat untuk kepentingan khusus. Adapun Grebeg Besar secara seremonial yang terkenal di Demak, kata “Besar” adalah mengambil nama bulan yaitu bulan Besar (Dzulhijah). Maka makna Grebeg Besar adalah kumpulnya masyarakat Islam pada bulan Besar, sekali dalam setahun yaitu untuk suatu kepentingan da’wah Islamiyah di Masjid agung Demak. Cerita tutur mewartakan bahwa dahulu kala para raja Jawa selalu menyelenggarakan selamatan kerajaan (bahasa Jawa, wilujengan nagari) setiap tahun baru dan disebut Rojowedo, artinya kitab suci raja atau kebajikan raja. Disebut pula, ada yang mengatakan Rojomedo, artinya hewan korban kerajaan. Ajakan dakwah sering dipahami secara sempit, yaitu identik dengan pengajian umum yang dilakukan diatas mimbar podium. Seorang da’i hanya dianggap sebagai orang yang professional. Akan tetapi berbeda dengan apa yang ada saat perayaan grebeg besar Demak kali ini.Grebeg Besar Demak mempunyai nilai religi, sebab dalam Grebeg Besar Demak merupakan suatu kegiatan keagamaan yang memiliki ajaran kepercayaan, norma-norma, aturan-aturan untuk melakukanupacara. Masyarakat percaya bahwa ajaran-ajaran yang disampaikan oleh para Wali dari Nabi Muhammad SAW adalah benar. Masyarakat Islam dengan sepenuh hati menjalankan ibadah dan mengamalkan ajaran Islam dengan sepenuh hati. Nilai kegotong-royongan terlihat pada persiapan acara pengajian serta tumpeng sembilan yang disiapkan oleh takmir masjid. Sementara kerukunan terlihat pula dari para pedagang dalam Grebeg Besar kebanyakan menjual berbagai  makanan, barangbarang serta berbagai macam kerajinan yang sama, tetapi meraka tidak saling bertengkar serta berebut pembeli.[5] Grebeg Besar merupakan acara ritual yang penuh dengan aktivitas yang mengandung nilai-nilai solidaritas. Dalam berbagai atraksi maupun pertunjukan yang mewarnai acara tersebut diperlukan rasa kesetiakawanan. Sifat-sifat kesetiakawanan tersebut merupakan sifat yang penting dan berguna dalam kehidupan manusia. Masyarakat berbaur menjadi satu dan saling mengenal sehingga menambah terjalinnya rasa solidaritas antar sesama masyarakat.

b.      Kegiatan-kegiatan pelaksanaan Perayaan Grebek Besar

Untuk Prosesi pelaksanaan upacara Grebeg Besar Demak ini meliputi: Selamatan tumpeng sembilan, selamatan ancak, tahlil dan do’a di makam Kanjeng Sunan Kalijogo, prosesi minyak jamas dan prajurit patang puluhan, puncak acara, selamatan Riyayan serta jabat tangan. Adapun rinciannya sebagai berikut :

 

a)   Selamatan Tumpeng Sembilan

Selamatan Tumpeng sembilan atau tumpeng songo, dimulai dari Pendopo Kabupaten Demak, sebelumnya diadakan upacara pemberangkatan tumpeng sembilan menuju Masjid Agung Demak, dengan diiringi para santri, seluruh Muspida, peleton pramuka dengan diiringi kesenian terbangan. Arak-arakan tumpeng songo dari Pendopo Kabupaten Demak menuju Masjid Agung Demak mengambil route dari pendopo ke jalan kabupaten terus ke alunalun dan berakhir di Masjid Agung Demak.

b)   Selamatan Ancak

Bersamaan dengan acara selamatan tumpeng songo, di Kasepuhan juga dilaksanakan selamatan ancak, selamatan ini bertempat di serambi tengah atau peringgitan. Adapun yang hadir dalam selamatan ini adalah ahli waris Kanjeng Sunan Kalijogo dari berbagai daerah berkumpul di Kadilangu untuk menghadiri upacara jamasan pusaka Sunan Kalijogo.Adapun isi prakata tersebut antara lain mengatakan bahwa tujuan dari selamatan ancak ini adalah untuk memohon kepada Allah SWT serta pada leluhurnya agar dalam pelaksanaan jamasan pusaka besok dapat berjalan dengan selamat.

c)   Tahlil dan Do’a

Tahlil dan do;a ini dilaksanakan di makam Sunan Kalijogo, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah, ketika selamatan tumpeng sembilan di Masjid Demak dan selamatan ancak di Dalem Kasepuhan selesai, maka seluruh kasepuhan dan seluruh ahli waris keluarga Kanjeng Sunan Kalijogo menuju makam Sunan Kalijogo. Di makam bersama hadirin lainnya dan masyarakat umum mengadakan tahlil dan do’a.

 

d)  Proses Minyak Jamas dan Prajurit Patang Puluhan

Pada tanggal 10 Dzulhijjah pagi, setelah shalat Idul Adha, di Pendapa Kabupaten Demak, telah siap pembawa Minyak Jamas, yaitu Manghgala Yudha dan Prajurit Patang Puluhan yang siap mengawal Minyak Jamas yang berasal dari Bupati Demak yqang diidentikan dengan Sultan Bintara pada jaman dahulu. Prajurit patang puluhan dan prosesi Minyak Jamas dari Kabupaten Demak ke Dalem Kesepuhan ini adalah ciptaan Ki Nartosabdo pada tahun 1974, yang merupakan bukti nyata atas usaha pemerintah daerah Demak dalam menghidupkan dan menetapkan keberadaan Upacara Grebeg Besar Demak.[6]

e)   Acara Puncak

Puncak acara yang dimaksud disini adalah puncak acara penjamasan pusaka peninggalan Kanjeng Sunan Kalijogo.Minyakjamas dan petugas penjamasan yaitu sesepuh Keluarga Kadilangu, dibantu oleh Ketua Yayasan Kadilangu dan Juru Kunci Makam Kadilangu telah berada di makam Sunan Kalijogo, para undangan dari instansi pemerintahan, tokoh masyarakat dan juga santri di lingkungan Demak telah hadir di serambi luar makam Sunan Kalijogo.

f)    Selamatan Riyayan

Ketika para petugas penjamasan sampai di Dalem Kesepuhan, mereka beristirahat sebentar, sebelum mereka menerima warga masyarakat yang ingin berjabatan tangan guna ngalap berkah. Sementara para petugas beristirahat, para tamu undangan dan keluarga Kadilangu melaksanakan selamatan riyayan (selamatan Hari Raya) yang telah dipersiapkan sejak pagi hari. Selamatan riyayan ini dimulai dengan do’a bersama yang dipimpin oleh imam Masjid Sunan Kalijogo Kadilangu. Selamatan ini dimaksudkan sebagai ucapan teriam kasih dan syukur atas terlaksanya penjamasan dengan selamat dan lancar.

g)   Acara Jabatan Tangan

Setelah selamatan riyayan selesai, kemudian para petugas penjamas, yaitu sesepuh yang didampingi oleh dua orang petugas penjamas, telah siap ditengah pendapa dengan duduk di atas kursi yang telah disediakan. Mereka ini akan menerima jabatan tangan dari para pengunjung yang telah menunggu dengan penuh sabar sejak pagi hari. Dengan tertib dan teratursatu persatu para pengunjung itu menjabat tangan sesepuh dan pembantunya, untuk ngalap berkah dan mohon restu agar segala apa yang dicita-citakan bisa terkabul.

Setelah selesainya acara jabatan tangan tersebut, maka selesai pula rangkaian acara Grebeg Besar Demak, dan upacara ini akan berlangsung kembali pada tahun yang akan datang.Selamat menyaksikan langsung di lapanngan pada bulan Dzulhijjah lagi di tahun depan.

c.       Nilaiyang terkandung dalam  pelaksanaan Grebek Besar

Kesimpulan dari ritual grebeg besar di Demak dapat dijadikan sebagai tuntunan serta pandangan hidup dalam bermasyarakat. Diharapkan agar makna dalam proses grebeg besar tersebut terinkulturasi penuh dalam kehidupan masyarakat sehingga akan terciptanya kehidupan yang bahagia di dunia maupun di akhirat. Maksudnya agar manusia selalu ingat dengan allah swt, ingat mati dan berhati-hati dalam hidup, mempunyai rasa syukur atas rizki yang Allah swt berikan kepada kita.Nilai yang terkandung antara lain:

·         Nilai religi/ ibadah

Suatu kegiatan keagamaan yang memiliki ajaran kepercayaan, norma,aturan untuk melakuakn upacara. Masyarakat percaya bahwa ajaran yang disampaikan para wali dari Nabi Muhammad SAW tersebut adalah benar.

·         Nilai gotong royong

Acara tersebut dilakukan dengan penuh mengandung nilai-nilai solidaritas yang sangat tinggi, dalam berbagai atraksi atau pertunjukan yang mewarnai acara tersebut diperlukan rasa kesetiakawanan.

·         Cinta tanah air

·         Nilai kepemimpinan

Acara tersebut dipimpin oleh bapak bupati yang menyelenggarakan acara tersebut yang memberikan petuah atau wejangan kepada masyarakat tentang baiknya menjalani kehidupan yang tentram dan damai.[7]

·         Nilai tanggung jawab

Acara tersebut melibatkan pelaku ritual beserta semua warga masyarakat yang mengikuti acara grebeg besar.

·         Nilai etika

·         Nilai estetika.

 

C.    KESIMPULAN

Islam dan budaya merupakan dua hal yang saling berkaitan. Islam yang merupakan agama yang dianut masyarakat sebagai keyakinan terhadap tuhan dan Budaya sebagai tradisi turun temurun yang tidak bisa di tinggalkan begitu saja. Korelasi antara islam dan budaya ini sudah pernah dicontohkan oleh sunan kalijaga saat berdakwah menyebarkan islam dahulu. Budaya dimasukkan dalam dakwahnya.

Proses Interaksi Islam dengan budaya lokal menunjukkan bahwa Islam dapat terakomodasi oleh nilai-nilai lokal dan pada sisi lain Islam berusaha mengakomodasi nilai-nilai lokal. Proses interaksi ini merupakan proses akulturasi budaya, dimana dua budaya berbeda dipadukan menjadi budaya yang dapat diterima oleh masyarakat umum.

Masuknya Islam ke Nusantara dalam perkembangan selanjutnya terjadi interaksi budaya yang saling mempengaruhi. Tetapi dalam proses interaksi tersebut, kebudayaan tradisional setempat yang masih tetap kuat sehingga terdapat perpaduan antara budaya lokal dengan budaya islam.

Interaksi islam dengan budaya lokal dapat dilihat dari pola-pola, yaitu konflik, adaptasi atau akomodasi, asimilasi dan integrasi. Namun di masyarakat jawa sendiri telah berkembang satu pola interaksi budaya yang dinamakan dengan pola dialog.

Contoh adanya interaksi islam dan budaya sebenarnya sangatlah banyak, namun kelompok kami mengambil satu contoh yang ada di kota demak yaitu tradisi perayaan Grebek Besar di Alun-alun demak yang dilaksanakan satu tahun sekali di bulan Dzulhijjah atau menurut orang jawa disebut dengan bulan besar.


D.    DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta, 2002.

Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan, Jakarta : Desantara, 2001.

Fauzi Abubakar, Interaksi Islam dengan budaya lokal dalam tradisi khanduri                      maulud pada masyarakat aceh, Jurnal Akademika, Vil. 21, No. 01 Januari-Juni, 2016.

Nur Ahmad, perayaan grebek besar demak sebagai sarana religi, Jurnal                             Komunikasi Penyiaran Islam, Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013.

Seiyarini, ritual grebeg besar di demak, kajian makna, fungsi dan nilai dalam                      jurnal PP Vol 1 NO. 2 Desember 2011

 

Penulis: 

1.      Muchamad Khoirul Adzkha

2.      Azzaz Abdillah            

3.      Wahyu Setyadi      

4.      Koni’ah


[1]Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta, 2002, hlm. 170

[2]Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan, Jakarta : Desantara, 2001, hlm 111

[3]Fauzi Abubakar, Interaksi Islam dengan budaya lokal dalam tradisi khanduri maulud pada masyarakat aceh, Jurnal Akademika, Vil. 21, No. 01 Januari-Juni, 2016, hlm. 25

[4]Fauzi Abubakar, Interaksi Islam dengan budaya lokal dalam tradisi khanduri maulud pada masyarakat aceh,  hlm. 26

[5]Nur Ahmad, perayaan grebek besardemak sebagai sarana religi, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam,Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013.

[6]Ibid, hal 17

[7]Seiyarini, ritual grebeg besar di demak, kajian makna, fungsi dan nilai dalam jurnal PP Vol 1 NO. 2 Desember 2011

Berikan Komentar untuk "INTERAKSI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL DALAM ORGANISASI MASYARAKAT ATAU ALIRAN KEPERCAYAAN YANG DIANUT OLEH AGAMA ISLAM"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel