RELASI NILAI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL DALAM KONTEKS SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK MASYARAKAT
ABSTRAK
Hubungan nilai islam dan budaya lokal. Islam
dan budaya lokal merupakan dua komponen yang saling mendukung terhadap
perkembangannya, dimana Islam berkembang karena menghargai budaya lokal, begitu
pula budaya lokal tetap eksis karena mengalami perbauran dengan ajaran islam.
Islam merespon budaya lokal, adat atau tradisi di manapun dan kapanpun, dan
membuka diri untuk menerima budaya lokal, adat atau tradisi tersebut asalkan
tidak bertentangan dengan spirit nash Al-Qur’an dan Sunnah.
Kata kunci: Relasi, Islam, Budaya
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam dan budaya memiliki relasi yang tak terpisahkan, dalam Islam sendiri
ada nilai universal dan absolut sepanjang zaman. Namun demikian, Islam sebagai
dogma tidak kaku dalam menghadapi zaman dan perubahannya. Islam selalu
memunculkan dirinya dalam bentuk yang luwes, ketika menghadapi masyarakat yang
dijumpainya dengan beraneka ragam budaya, adat kebiasaan atau tradisi. Sebagai
sebuah kenyataan sejarah, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena
keduanya terdapat nilai dan simbol.
Agama adalah simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan.
Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di
dalamnya. Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan
kebudayaan agama. Tetapi keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang
final, universal, abadi (parennial) dan tidak mengenal perubahan (absolut).
Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relatif dan temporer. Agama tanpa
kebudayaan memang dapat berkembang sebagai agama pribadi, tetapi tanpa kebudayaan
agama sebagai kolektivitas tidak akan mendapat tempat.[1]
Islam merespon budaya lokal, adat atau tradisi di manapun dan kapanpun, dan
membuka diri untuk menerima budaya lokal, adat atau tradisi sepanjang budaya
lokal, adat atau tradisi tersebut tidak bertentangan dengan spirit nash
Al-Qur’an dan Sunnah.[2]
Demikian halnya dengan Islam yang berkembang di masyarakat Jawa yang sangat
kental dengan tradisi dan budayanya. Tradisi dan budaya Jawa hingga akhir-akhir
ini masih mendominasi tradisi dan budaya nasional di Indonesia. Di sisi lain,
ternyata tradisi dan budaya jawa tidak hanya memberikan warna dalam percaturan
kenegaraan Indonesia, melainkan juga berpengaruh dalam keyakinan dan
praktek-praktek keagamaan. Masyarakat Jawa memiliki tradisi dan budaya yang sangat
variatif dan banyak dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hindu dan Budha yang
terus bertahan hingga sekarang, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan atau
agama yang berbeda, seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya.
Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang belum bisa
meninggalkan tradisi dan budaya Jawa, meskipun terkadang tradisi dan budaya itu
bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Memang ada beberapa tradisi dan budaya
Jawa yang dapat diadaptasi dan terus dipegangi tanpa harus berlawanan dengan
ajaran Islam, tetapi banyak juga yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Masyarakat Jawa yang memegang ajaran Islam dengan kuat tentunya dapat memilih
dan memilah mana budaya Jawa yang masih dapat dipertahankan tanpa harus
berhadapan dengan ajaran Islam. Sementara masyarakat Jawa yang tidak memiliki
pemahaman gfagama Islam yang cukup, lebih banyak menjaga warisan leluhur mereka
itu dan mempraktekkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, meskipun
bertentangan dengan ajaran agama Islam. Fenomena ini terus berjalan hingga
sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Islam dan budaya?
2. Bagaimana ruang lingkup budaya dan Islam?
3. Bagaimana relasi Islam dengan social?
4. Bagaimana relasi Islam dengan ekonomi?
5. Bagaimana relasi Islam dengan politik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Islam dan
budaya
2. Untuk mengetahui ruang lingkup budaya dan
Islam
3. Untuk mengetahui relasi Islam dengan sosial
4. Untuk mengetahui relasi Islam dengan
ekonomi
5. Untuk mengetahui relasi Islam dengan
politik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dari Islam dan Budaya
Secara bahasa Islam berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata “salima”
yang mempunyai arti “selamat”. Dari kata “salima” tersebut maka
terbentuk kata “aslama” yang berarti “menyerah, tunduk, patuh, dan
taat”. Kata “aslama” menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti
yang terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan “aslama”
atau masuk Islam dinamakan muslim. Berarti orang itu telah menyatakan dirinya
taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah dengan melakukan “aslama”
maka orang terjamin keselamatannya di dunia dan di akhirat. Selanjutnya dari
dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari segi
kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah
swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan
paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya
sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk
kepada Allah.
Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya di
antaranya Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam
sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada
masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad sebagai utusanNya. Islam pada
hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi
menganal berbagai segi dari kehidupan manusia. Sementara itu Maulana Muhammad
Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya,
yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti
nyata bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan saja
dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam
al-Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk
sepenuhnya pada undang-undang Allah.
Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu, golongan
tertentu, atau negeri tertentu. Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh
Allah swt. Hal itu dapat dipahami dari petunjuk ayatayat al-Qur’an yang
diturunkan Allah. Selanjutnya, dilihat dari segi misi ajarannya, Islam adalah
agama sepanjang sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul yang pernah
diutus oleh Allah kepada berbagai kelompok manusia dan berbagai bangsa yang ada
di dunia ini. Islam adalah agama Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Yakub, Nabi Musa,
Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Isa, Nabi Muhammad saw.
Dengan kata lain, seluruh Nabi dan Rasul beragama Islam dan mengemban
risalah menyampaikan Islam. Hal itu dapat dipahami dari ayat-ayat yang terdapat
di dalam Al Qur’an yang menegaskan bahwa para Nabi tersebut termasuk orang yang
berserah diri kepada Allah. Artinya Islam secara bahasa berarti tunduk, patuh,
dan damai. Sedangkan menurut istilah, Islam adalah nama agama yang diturunkan
Allah untuk membimbing manusia kepada jalan yang benar dan sesuai fitrah
kemanusiaan. Islam diturunkan bukan kepada Nabi Muhammad saja, tapi diturunkan
pula kepada seluruh nabi dan rasul.[3]
Secara harfiah kebudayaan dari kata Sansekerta, budayah, jamak dari buddi
yang berarti budi atau akal. Kebudayaan adalah halhal yang berkaitan dengan
akal. Sedangkan budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan
karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, cipta, rasa dan karsa manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya
yang semua tersusun dalam kehidupan masyarakat.[4]
Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota
masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial,
ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan
sosial.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar.
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai
kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda
yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku
dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lainlain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.[5]
B. Ruang Lingkup Budaya dan Islam
Dalam mempelajari perbandingan agama-agama dan melihat tempat agama Islam
dikemukakan kedudukan agama Islam, bangsa tersebut tentu saja melalui suatu
proses komunikasi. Jika proses komunikasi ditinjau dari segi komunikasi
antarbudaya, maka bukanlah semata-mata terjadi proses tukar menukar barang
seperti di pasar, tetapi terjadi suatu proses tukar menukar segi kebudayaan.
Hal itu meliputi bahasa, religi, sistem ilmu pengetahuan, sistem ekonomi,
sistem teknologi, sistem organisasi sosial dan kesenian. Faktor Penunjang
Komunikasi Antar Agama Dan Komunikasi antar budaya. Dengan mengetahul ciri
dasar budaya dari tiap-tiap suku bangsa akan mengurangi keterkejutan budaya
(gegar budaya), memberikan kepada kita wawasan terlebih dahulu dan memudahkan
kita untuk berinteraksi dengan suku bangsa lain yang sebelumnya sulit kita
lakukan. Dari interaksi ini selanjutnya akan cenderung terjadi relasi.
Sebenarnya keanekaragaman budaya bukanlah sesuatu yang akan hilang pada waktu
mendatang yang memungkinkan kita merencanakan strategi berdasarkan asumsi
saling memahami. Dari sini kemudian akan timbul empathy dari diri kita terhadap
orangorang dari suku bangsa lain. Adanya saling memahami dan pengertian di
antara orang-orang berbeda budaya akan mengurangi konflik yang selama ini sering
terjadi. Konflik biasanya terjadi karena berbedanya persepsi mengenai nilai-
nilai antar budaya.
Ruang lingkup antar agama dan antar Budaya sangat penting untuk dipelajari
dan diperdalam karena di Negara ini yang terdiri dari berbagai macam suku, ras,
dan agama rentan sekali terjadi konflik. Apabila salah satu suku tidak memahami
apa yang dikatakan oleh suku lain, maka akan terjadi perselisihan, begitu juga
dengan perbedaan agama dan ras.
Dengan memahami Komunikasi Antar Agama dan Antar Budaya tentu peristiwa
seperti diatas tidak akan terjadi karena kita saling mengerti dan memahami apa
yang dimaksud oleh suku, ras, dan agama lain.[6]
C. Relasi Islam dan Sosial
Islam dan budaya Jawa memiliki hubungan yang sangat kental dimana telah
banyak dikaji oleh para pakar antropologi dan studi keislaman. Kebanyakan dari
mereka berpendapat bahwa dalam berbicara tentang Islam Jawa, perlu kiranya
mengenal karya sepektakuler Clifford Geertz, “The Religion of Java” yang telah
di terjemahkan oleh Aswab Mahasin kedalam bahasa Indonesia menjadi “Abangan,
Santri, Priyai dalam Masyarakat Jawa”. Karya Geertz tersebut merupakan embrio
dari pemikiran setelahnya tentang Islam di Indonesia.
Geertz menulis karyanya pada awal tahun 1960-an. Meski karya Geertz itu
terlihat tua dan telah banyak mendapat kritik dari berbagai kalangan, tetapi
karya Geertz sampai sekarang tetap menjadi kajian yang dapat membuat para pakar
dalam memulai penelitian tentang Islam Indonesia lebih khusus Islam di Jawa.
Yang menjadi menarik dari karya Geertz itu tidak hanya terletak pada
kecermelangan Geertz menyajikan data empiris mengenai keberagamaan masyarakat
Jawa. Namun, juga karena kelihaian Geertz dalam memandang masyarakat Jawa dan
membaginya ke dalam beberapa varian. Geertz memandang bahwa Islamisasi di Jawa,
yang dimulai pada abad ke tiga belas, adalah parsial dan variabel. Muslim yang
taat, yang disebut santri, terpusat di pesisir utara, di daerah-daerah pedesaan
dimana terdapat sekolah-sekolah tradisional Islam, dan dikalangan para pedagang
diperkotaan. Yang disebut dengan abangan adalah mayoritas petani, yang meski
secara nominal adalah Islami, tetap terikat dalam animisme Jawa dan tradisi
nenek moyang. Golongan tradisional, terpandang, terutam di perkotaan, meski
secara nominal muslim, memperaktekkan bentuk mistisisme yang berasal dari
Hindu- Buddha sebelum Islam Masuk di Jawa. Golongan bangsawan yang kemudian
menjadi birokrat ini, dan orang-orang yang mengadopsi gaya hidup mereka,
disebut priyayi.
Berangkat dari variasi tersebut, memperlihatkan bahwa Islam yang dipeluk
orang Jawa adalah artifisial (buatan). Islam Jawa sejatinya adalah Islam yang
dilumuri dengan praktik-praktik sinkretisme. Pengaruh Islam di Jawa tidak
terlalu besar. Islam hanya menyentuh kulit luar budaya Animisme, Hindu dan
Budha yang telah mendarah daging dihampir seluruh masyarakat Jawa. Sinkretisme
tersebut nampak pada citra dari masing-masing struktur sosial di tiga varian
(abangan, santri, dan priyayi): ritus yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk
menghalau makhluk halus jahat yang dianggap sebagai penyebab dari ketidak
teraturan dan kesengsaraan dalam masyarakat, agar ekuilibrium (keseimbangan)
dalam masyarakat dapat dicapai kembali (varian abangan), penekanan pada
tindakantindakan keagamaan sebagaimana digariskan dalam Islam (varian santri),
dan suatu kompleks keagamaan yang menekankan pada pentingnya hakekat halus
sebagai lawan dari kasar (kasar dianggap sebagai ciri utama kaum abangan), yang
perwujudannya tampak dalam berbagai sistem sosial yang berkaitan dengan etika,
taritarian, berbagai bentuk kesenian, bahasa dan pakaian (varian priyayi).
Orang Jawa memiliki ritus-ritus tertentu sebagai wadah dari mistisisme yang
dilakukannya. Ritus-ritus yang paling permukaan dan umum tampak dalam tradisi
yang dilaksanakan kalangan masyarakat adalah tradisi slametan dan nyadran. Ada
beberapa bentuk upacara slametan antara lain: slametan kelahiran, slametan
khitanan dan perkawinan, slametan kematian, slametan berdasarkan penaggalan,
slametan desa dan slametan sela. Sampai di sini, tampak sekali ingin mengatakan
bahwa Islam Jawa adalah jenis lain dari Islam, meskipun mereka tidak
melaksanakan ritus-ritus dari kalangan Islam normative.[7]
Melalui ilmu sosial, maka umat islam akan dapat meluruskan gerak langkah
perkembangan ilmu pengertahuan yang terjadi saat ini dan juga dapat meredam
berbagai kerusuhan sosialyang saat ini nanyak mewarnai kehidupan. Segala bentuk
permasalah dan fenomena buruk yang terjadi bukanlah semata – mata masalah yang
berdiri sendiri, melainkan semua itu merupakan produk sistem dan pola pikir,
pandangan yang menyimpang dan sebagainya. Pemecahan terhadap masalah tersebut
salah satu alternatifnya adalah dengan memberikan nuansa keagamaan pada ilmu
sosial.
Islam sebagai hasil hubungan sosial bukan berarti menjauhkan manusia dari
ajaran dasarnya. Realitas ini dalam tinjauan sosiologis, justru memberikan
isyarat bahwa Islam telah menjadi milik manusia yang direfleksikan dalam kehidupan
bermasyarakat, sehingga sangat wajar bila perilaku keagamaannya terjadi
perbedaan bentuk dari setiap individu satu dengan yang lainnya, karena hal ini
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai subyektifitas dengan berbagai sudut pandang
yang kompleks dan beragam.
D. Relasi Islam dan Ekonomi
Menurut para ahli, perkataan “ekonomi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “oicos”
dan “nomos” yang berarti rumah dan aturan. Jadi, ekonomi adalah
aturan-aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam rumah
tangga, baik dalam rumah tangga rakyat (volkshuishouding) maupun dalam
rumah tangga Negara (staatshuishouding).
Pada dasarnya tujuan hidup setiap manusia adalah untuk mencapai
kesejahteraan, meskipun manusia memaknai kesejahteraan dengan perspektif yang
berbeda-beda. Sebagian besar paham ekonomi memaknia kesejahteraan sebagai
kesejahteraan material duniawi sedangkan islam memaknai kesejahteraan dengan
keseimbangan antara dimensi spiritual –material, individual-sosial dan
kesejahteraan di kehidupan duniawi dan akhirat. Ekonomi merupakan bagian
integral dari ajaran Islam dan karenanya ekonomi Islam akan terwujud hanya jika
ajaran Islam diyakini dan dilaksanakan secara menyeluruh.
Dalam bahasa Arab istilah ekonomi diungkapkan dengan kata al-Iqtisad, yang
secara bahasa berarti kesederhanaan dan kehematan. berdasarkan makna ini, kata
al-Iqtisad berkembang dan meluas sehingga mengandung makna ‘ilm al-Iqtisad,
yakni ilmu yang berkaitan dengan kesederhanaan atau membahas ekonomi. Ali Anwar
Yusuf memberikan definisi ekonomi. Menurutnya, ekonomi adalah kajian tentang
perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang
langka untuk memproduksi barang dan jasa serta mendistribusikannya. Allah swt.
berfirman yang artinya: “Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi ini, niscaya mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat,
menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar.” (QS.
al-Hajj (22): 41).
Ayat tersebut menyatakan bahwa mendirikan solat merupakan refleksi hubungan
yang baik dengan Allah swt. Menunaikan zakat merupakan refleksi dari
keharmonisan hubungan sesama manusia, sedangkan ma’ruf berkaitan dengan segala
sesuatu yang baik dianggap baik oleh agama, akal, serta budaya, dan munkar
adalah sebaliknya. Dengan demikian sebagai khalifah Allah di muka bumi, manusia
mempunyai kewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan
Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis serta agama, akal, dan budayanya
terpelihara.
Untuk mencapai tujuan suci tersebut, Allah swt. menurunkan al-Quran sebagai
hidayah yang meliputi berbagai persoalan akidah, syariah, dan akhlak demi
kebahagiaan hidup seluruh umat manusia di dunia dan di akhirat. Berbeda halnya
dengan akidah dan akhlak yang merupakan dua komponen ajaran Islam yang bersifat
konstan, tidak mengalami perubahan apa pun seiring dengan perbedaan tempat dan
waktu, syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban
umat. Allah swt. Berfirman yang artinya: “Untuk tiap-tiap umat di antara
kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS. al-Ma’idah (5): 48).
Sebagai penyempurna risalah-risalah agama terdahulu, Islam memiliki syariah
yang sangat istimewa, yakni bersifat komprehensif dan universal. Komprehensif
berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah)
maupun sosial (muamalah), sedangkan universal berarti syariah Islam dapat
diterpakan dalam setiap waktu dan tempat sampai Yaum al-Hisab nanti.Allah swt.
berfirman yang artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. alAnbiya (21): 107).
Dalam pada itu, al-Quran tidak memuat berbagai aturan yang terperinci
tentang syariah yang dalam sistematika hukum Islam terbagi menjadi dua bidang,
yakni ibadah (ritual) dan muamalah (sosial). Hal ini menunjukkan bahwa al-Quran
hanya mengandung prinsip-prinsip umum bagi berbagai masalah hukum dalam Islam,
terutama sekali yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat muamalah.
Bertitik tolak dari prinsip tersebut, nabi Muhammad saw. menjelaskan
melalui berbagai hadisnya. Dalam kerangka yang sama dengan al-Quran, mayoritas
hadis Nabi tersebut juga tidak bersifat absolut, terutama yang berkaitan dengan
muamalah. Dengan kata lain, kedua sumber utama hukum Islam ini hanya memberikan
berbagai prinsip dasar yang harus dipegang oleh umat manusia selama menjalani
kehidupan di dunia. Adapun untuk merespon perputaran zaman dan mengatur
kehidupan duniawi manusia secara terperinci, Allah swt. menganugerahi akal
pikiran kepada manusia. Dalam hal ini, nabi Muhammad saw. bersbda yang artinya:
“Kamu lebih mengetahui urusan keduniaanmu.” (H. R. Muslim).[8]
E. Relasi Islam dan Politik
Politik adalah ilmu pemerintahan atau ilmu siyasah, yaitu ilmu tata negara.
Pengertian dan konsep politik atau siyasah dalam Islam sangat berbeda dengan
pengertian dan konsep yang digunakan oleh orang orang yang bukan Islam. Politik
dalam Islam menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan
melaksanakan syari'at Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan. Ia merupakan
sistem peradaban yang lengkap yang mencakup agama dan negara secara bersamaan.
Sejak MI didirikan oleh Al-Banna kondisi Mesir dan dunia Arab berada dalam
lingkungan pemikiran Barat. Para tokoh sekuler hanya membatasi aktivitas agama
sebatas dinding masjid dan menjadi urusan pribadi Padahal pada dasarnya Islam
adalah sistem yang sempurna.
Kesuksesan dakwah Rasulullah pun merupakan suatu implementasi dari strategi
politik yang beliau rancang, bisa kita lihat mulai dari hijrah ke Madinah
hingga puncaknya adalah Fathu Makkah (penguasaan Mekah). Ketika hijrah ke
Madinah, Rasulullah dan para sahabat bukannya mencoba lari dari intimidasi
rezim kafir Quraisy, namun justru sebaliknya Rasulullah dan para sahabat
melakukan konsolidasi politik yakni mulai dari membangun kekuatan politik
internal hingga mengadakan koalisi politik dengan kaum Yahudi dan Nasrani melalui
nota perjanjian Piagam Madinah. Beliau berpendapat bahwa politik adalah hal
yang memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat.[9]
Islam yang Rahmatan lil alamin tentu sangat berperan dalam membangun
politik damai. Politik bisa diterjemahkan sebagai upaya untuk meraih kekuasaan
dengan tujuan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Politik bersifat
jangka pendek sedangkan keutuhan, kedamaian dan kesejahteraan masyarakat adalah
jangka panjang. Namun realitasnya politik hanya dijadikan alat untuk
merealisasikan kepentingan dan kemauan agama. Keberadaan politik merupakan
suatu wasilah yang niscaya dalam memperoleh kekuasaan merupakan kekuatan yang
sangat efektif dalam menjaga eksistensi dan nilai agama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan
Rasul yang pernah diutus oleh Allah kepada berbagai kelompok manusia dan
berbagai bangsa yang ada di dunia ini. kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Ruang
lingkup antar agama dan antar Budaya sangat penting untuk dipelajari dan
diperdalam karena di Negara ini yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan
agama rentan sekali terjadi konflik.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Darori. Islam dan Kebudayaan Jawa.
Yogyakarta: Gama Media, 2000.
Kastolani dan Abdullah Yusof. RELASI ISLAM
DAN BUDAYA LOKAL Studi Tentang Tradisi Nyadran di Desa Sumogawe Kecamatan
Getasan Kabupaten Semarang, Kontemplasi, Volume 04 Nomor 01, Agustus 2016.
Akmal dan Zainal Abidin. Korelasi Antara
Islam Dan Ekonomi. Jurnal Penelitian, Vol. 9, No. 1, Februari 2015.
Baedhowi. Kearifan Lokal Kosmologi Kejawen
dalam Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008.
Kodiran. Kebudayaan dalam Manusia dan
Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Jambatan, 1976.
Notowidagdo Rohiman. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadis . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Ridwan. Hubungan Islam Dan Politik Di
Indonesia Perspektif Pemikiran Hasan Al-Banna, Jurnal Hukum Samudra
Keadilan, Volume 12, Nomor 2, Juli-Desember 2017.
Penulis:
Dinar Oktavian
Qurrotul Ainiyatus Salamah
Ade Irma Fatmawati
Dyanita Della R.
[1] Darori
Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000), 11.
[2] Baedhowi,
Kearifan Lokal Kosmologi Kejawen dalam Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan
Global, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 65
[3] Kastolani
dan Abdullah Yusof, RELASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Studi Tentang Tradisi Nyadran
di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, Kontemplasi, Volume 04
Nomor 01, Agustus 2016, 55-56.
[4] Rohiman
Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1996), 22.
[5] Kodiran,
Kebudayaan dalam Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta: Jambatan, 1976),
322.
[6]
Notowidagdo, Rohiman. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur’an dan Hadis.
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), 76-77.
[7]
Kastolani dan Abdullah Yusof, RELASI ISLAM DAN
BUDAYA LOKAL Studi Tentang Tradisi Nyadran di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang, Kontemplasi, Volume 04 Nomor 01, Agustus 2016, 59-60.
[8] Akmal dan Zainal
Abidin, Korelasi Antara Islam Dan Ekonomi, Jurnal Penelitian, Vol. 9, No. 1,
Februari 2015, 3-5.
[9] Ridwan,
Hubungan Islam Dan Politik Di Indonesia Perspektif Pemikiran Hasan AlBanna,
Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Volume 12, Nomor 2, Juli-Desember 2017, 229-230.
Berikan Komentar untuk "RELASI NILAI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL DALAM KONTEKS SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK MASYARAKAT"
Posting Komentar