Makalah TAFSIR AYAT DAN SYARAH TENTANG HARTA DAN KEPEMILIKAN
TAFSIR AYAT DAN SYARAH TENTANG HARTA DAN KEPEMILIKAN
MAKALAH
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam merupakan agama yang komprehensif, yang mencangkup semua
bidang kehidupan, salah satunya adalah bidang ekonomi. Islam sangat
memeperhatikan masalah ekonomi, salah satu buktinya ada di dalam al-quran
terdapat banyak ayat yang menjadi dasar dari macam-macam model akad syari’ah,
seperti akad jual beli, syirkah, qard, wadi’ah, hawalah, ju’alah, dan
sebagainya.
Bukti lain dari kepedulian islam terhadap
ekonomi adalah, keberadaan Rasulullah sebagai uswatun hasanah, mencontohkan
langsung bagaimana cara mencari rezeki yang halal melalui perdagangan. Dalam
bisnis syariah, salah satu bagian terpentingnya adalah harta, karena harta
adalah objek sebuah transaksi sekaligus tujuan dari dilakukannya transaksi.
Harta juga memiliki peran urgen sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia, alat beribadah dan alat untuk mendapatkan kesejahteraan hidup. Oleh
karenanya, syariah memberikan perhatian besar tentang bagaimana hakikat tentang
harta, bagaimana mendapatkan dan cara menggunakannya.
Harta merupakan karunia Allah SWT untuk
umat manusia, ia bagaikan perhiasan yang bisa menambah indahnya kehidupan di
dunia, dan merupakan sesuatu hal yang selalu dipikirkan oleh umat manusia,
bahkan banyak orang yang mengorbankan tenaga dan fikirannya untuk memeperoleh
harta sebanyak-banyaknya.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian harta dan kepemilikan?
2.
Bagaimana konsep harta dalam prespektif al-qur’an
3.
Bagaimana hak kepemilikan harta dalam perspektif Al-Qur’an
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian harta dan kepemilikan
2.
Untuk mengetahui pandangan Al-Qur’an tentangkonsep harta
3. Untuk
mengetahui hak kepemilikan harta dalam perspektif Al-Qur’an.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Harta dan Kepemilikan
Al- ma’al dalam bahasa arab berasal dari kata kerja”mala” yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi. Sedangkan arti kata “al-mal” itu sendiri adalah harta, yang merupakan segala sesuatu yang dapat menyenangkan manusia dan yang mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk manfaat.
Ulama fikih sendiri membagi harta menjadi beberapa macam :
- Berdasarkan kebolehan pemanfaatannya menurut syara’, harta dibagi menjadi harta mutaqawwin (halal untuk dimanfaatkan) dan harta ghair mutaqawwim (tidak halal untuk dimanfaatkan).
- Berdasarkan jenisnya, harta terbagi atas harta tidak bergerak (contoh: pena, buku, dan baju).
- Berdasarkan segi pemanfaatannya, harta terbagi atas harta isti’mali (pemanfaatannya tidak menghabiskan benda seperti lahan pertanian, rumah, dan buku) dan harta istihlaki (pemanfaatannya menghabiskan benda seperti sabun, pakaian, dan makanan).
- Berdasarkan ada atau tidaknya harta sejenis di pasaran, terbagi atas harta yang bersifat al-mitsli [1]. (harta yang ada jenisnya dipasaran, yaitu harta yang ditimbang atau ditakar seperti gandum, beras, dan besi) dan hartayang bersifat al-qimmi (harta yang tidak ada jenisnya dipasaran atau ada jenisnya tetapi pada setiap satuannya berbeda secara kualitas seperti pepohonan, logam mulia, dan alat-alat rumah tangga).
- Berdasarkan statusnya, harta terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: al-mal al-mamluk (harta yang telah dimiliki, baik secara pribadi maupun badan hukum seperti negara dan organisassi kemasyarakatan); al-mal al-mubah (harta yang tidak memiliki seseorang seperti air di sumbernya, hewan buruan, kayu dihutan belantara yang belum dijamah atau dimiliki orang, dan ikan dilautan lepas); dan al-mahjur (harta yang dilarang syara’ untuk dimiliki baik karena harta tersebut dijadikan harta wakaf maupun diperuntukkan bagi kepentingan umum. Harta seperti ini tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi tertentu).
- Berdasarkan segi bisa dibagi atau tidaknya harta, ulama fiqih membedakannya menjadi harta yang bisa dibagi dan harta yang tidak bisa dibagi.
- Berdasarkan segi berkembang atau tidaknya harta, ulama fiqih membedakannya menjadi harta yang bisa dibagi dan harta yang tidak bisa dibagi. [3] Berdasarkan segi berkembang atau tidaknya, baik melalui upaya manusia maupun dengan sendirinya berdasarkan ciptaan Allah SWT, ulama fikih membaginya menjadi al-ashl (harta yang menghassilkan seperti rumah, tanah pepohonan dan hewan) dan at-tsamr (buah yang dihasilkan dari suatu harta seperti sewa rumah, buah-buahan dari pepohonan, dan susu kambing/sapi).
- Berdasarkan pemiliknya, harta dibagi atas harta milik pribadi dan harta tersebut, kecuali ada halangan syara’.
Sedang milik dalam bahasa arab adalah al-milk yang berarti penguasaan terhadap sesuatu (harta). Milik dapat dipahami sebagai hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta tersebut sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali ada halangan syara’.
- Menurut ulama fikih, ada empat cara pemilikan harta yang disyariatkan islam, yaitu:Ihraz al-mubahat, yaitu melalui penguasaan terhadap harta yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum lainnya (dalam islam lebih dikenal dengan harta mubah).[4]
- Melalui sesuatu akad/ transaksi yang dilakukannya dengan orang atau suatu badan hukum seperti jual beli, hibah, dan wakaf.
- Melalui khalafiyah (penggantian); baik penggantian sesuatu dari suatu benda yang biasa disebut tadmin atau ta’widh (ganti rugi).
- Melalui tawallud min mamluk, yaitu hasil/buah dari harta yang telah dimiliki seseorang; baik hasil itu datang secara alami maupun melalui suatu usaha pemiliknya (Ridawati & Johari, 2019).
Harta mempunyai
kedudukan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia.
Hartalah yang dapat menunjang
segala kegiatan manusia, termasuk untuk
memenuhi kebutuhan pokok manusia
(sandang, papan dan pangan).
Menjaga harta adalah termasuk lima
urusan pokok manusia yang harus
dijaga, yaitu memelihara agama,
jiwa, akal, kehormatan (keturunan) dan
harta. Kemudian seseorang yang
diberi kesempatan oleh Allah
memiliki harta, banyak atausedikit, maka tidak boleh sewenang- wenang dalam
menggunakan (memfungsikan)
hartanya. Kebebasan seseorang untuk
memiliki dan memanfaatkan
hartanya adalah sebatas yang dibenarkan
oleh syara’. Harta adalah sebagai titipan, maka manusia
tidak memiliki harta secara mutlak, karena itu menurut pandangan ekonomi Islam
di dalam harta, terdapat hak-hak orang lain, seperti zakat, sedekah, dan
infak.12 Dalam firman Allah surat Adz- Dzariyat ayat 19 disebutkan: “Dan pada
harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian”.13 Di dalam hadis Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya pada setiap harta (seseorang), ada hak (orang lain) selain zakat”
(H.R. Tirmidzi). Intinya, bahwa kedudukan harta adalah sebagai amanah atau
titipan Allah SWT kepada manusia. Dan karena itu adalah titipan, maka manusia
berkewajiban untuk menggunakan harta tersebut sebesar- besarnya untuk mengabdi
kepada Allah. Tidak diperbolehkan untuk maksiat, tidak boleh membelanjakannya
secara berlebihan (boros, mubadzir) atau menelantarkannya sehingga tidak
bermanfaat. Manusia harus memastikan agar hartanya itu digunakan untuk taqarrub
ilallah.
B. Konsep Harta dalam prespektif AL-Qur’an dan Hadis
Adz-Adzariyat ayat 19:
وَفِيْٓاَمْوَالِهِمْحَقٌّلِّلسَّاۤىِٕلِوَالْمَحْرُوْمِ ١٩
Yang artinya : “Dan pada harta-harta mereka ada hak
untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”[5]
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari
Al-Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah bahwa suatu ketika Rasulullah mengutus
sekelompok pasukan. Pasukan tersebut berhasil meraih kemenangan dan mendapatkan
banyak harta rampasan perang. (Ketika akan dilangsungkan pembagian) datang
sekelompok orang untuk meminta bagian dari harta tersebut. Tak lama kemudian,
turunlah ayat ini.
Selain itu Allah menegaskan dalam surah An-Nur
ayat 33:
….وَءَاتُوهُم مِّن مَّالِ ٱللَّهِ ٱلَّذِىٓ ءَاتَىٰكُمْ....
...dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepadamu..[6]
Selain itu terdapat hadist yang menjelaskan
tentang kepemilikan harta:
Ahmad:
حَدَّ ثَناَ يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبَّهِ حَدَّ ثَنيِ جُبـَيـْرُ بْنُ عَمْرٍو الْقُرَشِ يُّ حَدَّثَنيِ أَبُو سَعْدٍ اْلأَنْصَا رِيُّ عَنْ أَبيِ يحَْيَ مَوْلىَ اَلِ الزُّبيرِْ بْنِ الْعَوَّامِ عَنِ الزُّبيـْرَ بْنِ الْعَوَّامِ رَضِيَ ا ا اللهُ عَنْهُ قَا لَ رَسُولُ االلهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبِلاَدُ بِلاَدُ االلهِ وَالْعِبَادُ عِبَادُااللهِ فَحَيْثُمَا اَصَبْتَ خَيرْ اً فَأَقِمْ
Nabi bersabda : “ Negara adalah milik Allah, hamba
juga milik Allah,jika engkau mendapat kebaikan maka lakukanlah
atautegakkanlah.”
(Matan: Infirad)
Bukhori:
Nabi berdo’a ditengah malam: “ Ya Allah
segala puji milik Mu, engkauyang menguasai langit dan bumi, segala puji bagi Mu
yang menegakkanlangit dan bumi dengan segala isinya, segala puji bagi Mu,
engkau cahayalangit dan bumi, firman Mu adalah benar, janji Mu adalah benar,
bertemudengan Mu adalah benar, surga neraka dan hari kiamat adalah benaradanya.
Hanya pada Mu kami berserah diri, hanya pada Mu kami beriman,dan pada Mu kami
menyerahkan diri, hanya pada Mu kami kembali, hanyapada Mu kami berperkara dan
mencari keputusan, maka ampunilah dosayang sudah dan belum kami lakukan, yang
kami rahasiakan dan kamitampakkan, engkau tuhan kami, tiada tuhan bagi
kamiselain Mu.”
(Matan: Muslim 1288, Turmudzi 3340, Nasa’i 1601, Abi Daud 655, Ibnu Majah
134, Ahmad 2575, 2612, 3673, 3197, 3289, Malik 451, Darimi 1448)(Al-asror,
2022).
Kedua hadis tersebut dapat dipahami bahwa
kepemilikan mutlak hanya milikAllah swt. Kepemilikan manusia berarti
kepemilikan terhadap harta yangdidasarkan pada agama, yaitu kepemilikan yang
pada dasarnya hanya bersifatsementara, dan bukan menguasai secara mutlak terhadap
sumber produksi,tetapi ia hanya memiliki kemanfaatannya. Semua yang ada di alam
semestaini termasuk sumber daya alam bahkan harta kekayaan yang dikuasai manusia adalah milik Allah swt.
Selain itu, seseorang yang dititipi harta oleh
Allah, harus dikembalikan kepada Allah yaitu melalui zakat, infak, sedekah,
atau wakaf, selain itu juga bisa melalui hibah atau hadiah. Hal ini sangat
penting untuk dilakukan karena bagi siapa saja yang diberi amanah harta
didunia, maka diakhirat kelak akan dimintai pertanggung jawaban, sebagaimana
sabda Rasulullah :
Dari Abu Barzah Al-Aslami berkata: Rasulullah SAW
bersabda:”Pada hari kiamat kelak seorang hamba tidak akan melangkahkan kakinya
kecuali akan ditanya tentang empat perkara; tentang umurnya untuk apa ia habiskan,
tentang ilmunya sejauh mana ia mengamālkannya, tentang hartanya darimana ia
mendapatkannya dan untuk apa ia pergunakan, serta tentang semua anggota
tubuhnya apa yang ia perbuat dengannya.” (HR. Tirmidzi).
Hadist
tersebut mengingatkan manusia bahwa harta adalah amanah yang harus dikelola
dengan hati hati, dalam mencari dan menggunakannya
harus benar, karena di hari kiamat akan diminta pertanggung jawabannya. Jika
salah dalam cara memperolehnya dan tidak benar dalam menggunakannya, maka harta
akan membuat manusia celaka di akhiratnya.
Dari penjelasan tersebut,
telah dijelaskan mengenai kepemilikan harta, bagaimana harta itu seharusnya
digunakan secara baik dan bermanfaat, serta membagikan sebagian harta yang
memang merupakan hak dari fakir miskin (orang-orang yang membutuhkan).
Sesungguhnya harta yang dipergunakan dengan baik (dizakatkan, sedekah) tidak
akan memberikan kemiskinan, melainkan keberkahan dari Allah SWT.
C. Hak Kepemilikan Harta
Manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan terhadap dorongan insting sosial untuk menyukai, menguasai, dan mempertahankan harta bendanya. Hal tersebut bertujuan untuk memenuhi seseorang dalam berbagai aktifitasnya, sehingga karena adanya sifat kecenderungan ingin tersebut manusia berusaha dan berkerja keras. Allah menjelaskan bahwa harta merupakan sesuatu yang indah dalam pandangan manusia, maka dari itu manusia diberikan tabiat alamiah mempunyai kecintaan terhadap harta benda, sebagaimana dalam surah al-Fajr ayat 20.
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang suatu masa pada umat manusia,
mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui
cara yang halal ataukah dengan cara yang haram”. (HR Bukhari).
Banyak orang yang menganggap cara
tersebut adalah hal yang sudah biasa. Karena yang menjadi tujuan mereka yaitu
bagaimana mencari harta dengan cara yang gampang dan hasil yang melimpah.
Sehingga rambu-rambu syariat tidak lagi dihiraukan. (Asnaini & Aprianto, 2019).
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Harta
merupakan segala sesuatu yang dapat menyenangkan manusia dan yang mereka
pelihara, baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk manfaat. Sedangkan kepemikan adalah berarti penguasaan terhadap sesuatu (harta). kepemilikan dapat dipahami
sebagai hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’.
Konsep harta menurut pendapat Muhammad Sirrin dan Qatadah yang
mengemukakan bahwa sebagian harta adalah hak-hak fakir miskin, yang karenanya
diwajibkan untuk berzakat. Ibnu Abbas pun berpendapat, bahwa sebagian harta
yang haq bukan hanya sekedar berzakat, melainkan menyisihkan sebagian harta
untuk fakir miskin (tidak hanya pada waktu berzakat).
Pada dasarnya harta adalah
hakikatnya milik Allah yang diamanatkan kepada manusia. Manusia boleh memiliki
harta meskipun banyak, akan tetapi manusia ketika memperoleh harta dan
memanfaatkan harta harus dengan cara yang baik, bukan dengan cara yang
diharamkan, seperti riba, mencuri,
dan curang.
B. SARAN
Menyadari
bahwa masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan
dalam menulis makalah ini, kami mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan saran dan kritikan agar makalah ini dapat diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Al-asror, M. K. (2022). Konsepsi Al- Qur ’ an Tentang
Harta ( Studi Tafsir Ayat Iqtishad ). 1.
Ø Asnaini, A., &
Aprianto, R. (2019). Kedudukan Harta Dan Implikasinya Dalam Perspektif
Al-Qur’an Dan Hadis. Al-Intaj : Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, 5(1),
15. https://doi.org/10.29300/aij.v5i1.1713
Ø Ridawati, M., &
Johari, M. (2019). METODE SAYYID QUTHB DALAM MENAFSIRKAN AYAT-AYAT MENGENAI
KEPEMILIKAN DAN HARTA (Pembacaan terhadap Tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân). Journal
of Enterprise and Development, 1(02), 21–33.
https://doi.org/10.20414/jed.v1i02.971
[1]Mujiatun Ridawati, Muhamad Johari, Metode Sayyid Quthb dalam Menafsirkan Ayat-ayat Mengenai Kepemilikan dan Harta (pembaca terhadap Tafsir fi zhilal al-qur’an), Journal of Enterprise and Development, vol. 1, No. 2, Desember 2019, HAL 22-23.
[3] Mujiatun Ridawati, Muhamad Johari, Metode Sayyid Quthb dalam Menafsirkan Ayat-ayat Mengenai Kepemilikan dan Harta (pembaca terhadap Tafsir fi zhilal al-qur’an), journal of enterprise and development, vol. 1, No. 2, Desember 2019, HAL 22-23.
[4] Mujiatun Ridawati, Muhamad Johari, Metode Sayyid Quthb dalam Menafsirkan Ayat-ayat Mengenai Kepemilikan dan Harta (pembaca terhadap Tafsir fi zhilal al-qur’an), Journal of enterprise and development, vol. 1, No. 2, Desember 2019, HAL 22-23.
[5]Al-Qur’an dan tafsir surah Adz-Zariyat ayat 51 : 19
[6] Al-Qur’an dan tafsir surah surah An-Nur ayat 24 : 33
Berikan Komentar untuk "Makalah TAFSIR AYAT DAN SYARAH TENTANG HARTA DAN KEPEMILIKAN"
Posting Komentar