KEPITING HARAM DIKONSUMSI Karena hidup di darat dan air..Apakah benar ??
Untuk mengetahui status hukum mengkonsumsi hewan, pertama-tama yang
perlu dipahami adalah secara garis besar hewan dapat dikategorikan dalam tiga
macam.

Pertama, hewan air,
yakni semua jenis hewan yang tidak bisa hidup dalam jangka waktu yang lama
kecuali di dalam air. Artinya, hewan yang habitat kehidupannya memang berada di
air. Dalam menyikapi hewan jenis pertama ini, terdapat dua pendapat ulama.
1. Ulama mazhab Hanafi mengatakan bahwa semua hewan air dihukumi
haram dikonsumsi, kecuali ikan dengan segala jenisnya. Ikan dapat dikonsumsi
tanpa harus disembelih sesuai ketentuan syariat (dzakatun syar'iyah), kecuali
ikan yang ditemukan dalam keadaan mengapung dan mati, tetap tidak boleh
dikonsumsi.
2. Menurut jumhur (mayoritas) ulama (selain mazhab Hanafi)
mengatakan bahwa semua jenis hewan yang berhabitat di air, halal dimakan tanpa
disembelih. Misalnya, anjing laut, kuda laut, dan lain-lain. Bagaimana pun cara
matinya, baik mati sendiri atau karena penyebab lain. Dasar yang digunakan oleh
jumhur ulama adalah ayat berikut:
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal)
dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan (QS. Al-Maidah
[5): 96).
Rasulullah bersabda:
Laut itu suci airnya dan halal bangkainya (HR. Abu Dawud no. 83; sahih menurut Imam Ibnu Hibban).
Dalam beberapa tafsir, binatang buruan laut (shaid al-bahr)
dimaknai sebagai hewan hasil tangkapan dari dalam air. Baik
berupa laut, danau, sungai, ataupun kolam.
Kedua, hewan darat,
yakni hewan yang habitatnya di darat. la tidak bisa hidup dalam waktu yang lama
dan berkembang biak kecuali di darat. Hewan dalam kategori ini terbagi dalam
tiga kelompok.
1. Kelompok hewan yang tidak mempunyai darah, seperti belalang,
lalat, semut, lebah, ulat, tawon, laba-laba, kumbang, kalajengking, kecoak, dan
lain- lain. Semua jenis hewan ini haram dikonsumsi (kecuali belalang), karena
tergolong hewan kotor dan menjijikkan menurut pandangan orang yang berwatak
normal (al-thiba' al-salimah) pada umumnya. Belalang termasuk salah satu
jenis hewan yang boleh dikonsumsi tanpa disembelih terlebih dahulu, sebagaimana
disebutkan dalam hadis yang masyhur. Rasulullah bersabda:
Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah, dua bangkai yaitu
bangkai belalang dan ikan, sedangkan dua darah yaitu limpa dan hati (HR. Ibnu Majah no. 3314; sahih menurut Imam Suyuthi).
Namun, ulama mazhab Maliki
tetap mensyaratkan belalang harus disembelih atau dimatikan dengan sebab
tertentu, semisal dibakar, atau direbus dalam air mendidih. Sejalan dengan hal
tersebut, ulama mazhab Hanbali menghukumi makruh menelan belalang dalam kondisi
hidup, sebagaimana juga makruh menelan ikan hidup-hidup.
2. Kelompok hewan yang mempunyai darah tidak mengalir. Hewan ini
memiliki darah, tetapi tidak sampai mengalir, hanya berupa bercak-bercak darah
ketika tubuhnya dibelah atau terluka. Seperti ular, cecak, tokek, semua jenis
serangga, tikus, kadal, biawak, landak, musang, dan lain-lain. Jenis hewan ini
haram dikonsumsi karena kotor dan menjijikkan, di samping berbisa.
3. Kelompok hewan yang mempunyai darah mengalir. Jenis hewan ini
ada yang jinak dan ada yang liar. Untuk jenis hewan jinak yang termasuk hewan
ternak, seperti unta, sapi, dan kambing, semua ulama sepakat halal untuk
dikonsumsi dengan cara disembelih secara syar'i. Termasuk hewan jinak
jenis burung yang tidak memiliki kuku juga halal dikonsumsi berdasarkan ijma'
(kesepakatan) ulama. Misalnya, ayam, burung unta, burung dara, dan bebek.
Sementara hewan jinak yang memiliki cakar dan taring, seperti anjing dan kucing
haram dikonsumsi.
Sedangkan jenis hewan liar, menurut jumhur ulama selain mazhab
Maliki, hewan buas yang bertaring dan jenis burung yang memiliki cakar serta
kuku tajam haram dikonsumsi. Seperti harimau, singa, macan tutul, anjing hutan,
serigala, monyet, gajah, berang-berang, beruang, burung elang, rajawali, burung
hantu, burung gagak, dan lain-lain.
Ketiga, hewan yang
hidup di dua alam atau dalam fikih dikenal dengan istilah "al-hayawan
al-barma'i", yaitu binatang yang dapat hidup di darat dan di air.
Seperti katak, penyu, kepiting, dan buaya. Terkait jenis hewan ini ulama
berbeda pendapat.
Menurut ulama mazhab Syafii, hewan yang bisa hidup di dua alam
tidak boleh dikonsumsi tanpa terkecuali. Sementara menurut ulama mazhab Maliki
boleh dikonsumsi kecuali binatang yang sudah disebutkan dalam syariat
(Al-Qur'an dan Hadis).
Ulama fikih kontemporer Syeikh Wahbah Az-Zuhaili menyatakan khusus untuk kepiting yang juga termasuk kategori jenis hewan yang ketiga ini, para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengonsumsinya.
1. Mazhab Hanafi dan Syafii menyatakan bahwa mengkonsumsi kepiting hukumnya haram, sebab termasuk kategori khaba'its (sesuatu yang menjijikkan).
Ulama mazhab Syafii Syeikh Abu Hamid dan Imam Al-Haramain memasukkan katak dan kepiting ke dalam kategori binatang yang dapat hidup di dua tempat. Dua binatang tersebut diharamkan menurut pendapat yang sahih dan disepakati oleh mayoritas ulama mazhab.
Ulama mazhab Syafii Imam Al-Dumairi beralasan bahwa haram memakan
kepiting karena ia selalu menyelinap (bersembunyi) seperti kerang. Imam Rafi'i
menambahkan karena katak dan kepiting mengandung bahaya.
Sementara itu, ulama mazhab Hanafi mengharamkan kepiting dengan
alasan binatang laut yang halal dikonsumsi hanyalah ikan semata. Sedangkan
binatang lain dihukumi haram, meskipun hidup di air. Sementara dalam menanggapi
kesucian air laut dan kehalalan bangkainya, hanya dikhususkan untuk ikan.
2. Menurut mazhab Maliki dan mazhab Hanbali, kepiting halal
dikonsumsi.
Ulama mazhab
Hanbali Ibnu Muflih menuturkan bahwa Imam Ahmad menghukumi semua binatang laut
halal termasuk kepiting, sekalipun tidak disembelih, sebab kepiting tidak
memiliki darah yang mengalir. Di sisi lain, pada tahun 2002, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang hukum kepiting.
Dalam fatwa tersebut diputuskan bahwa kepiting halal dikonsumsi sepanjang
tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Fatwa ini didasarkan pada
hasil penelitian yang menyebutkan bahwa kepiting merupakan binatang air, baik
air laut maupun air tawar, dan bukan binatang yang hidup di dua alam. Sejalan
dengan hal tersebut, Majelis Ulama Mesir (Dar AI-Ifta) juga menyatakan
kebolehan mengkonsumsi kepiting.
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa ulama berbeda pendapat tentang
hukum mengkonsumsi kepiting. Ulama mazhab Hanafi dan Syafıi mengharamkannya,
sementara ulama mazhab Maliki dan Hanbali menghalalkannya. Adapun MUI
berpendapat bahwa kepiting hukumnya halal untuk dikonsumsi selama tidak
membahayakan kesehatan.
Demikian keterangan dari ulama empat mazhab, sebagai pertimbangan,
sahabat bisa memilih pendapat yang menurut sahabat dianggap lebih kuat dan
mashlahat. Wallahu a'lam bi ash-shawabi.
Sumber : KESAN
Berikan Komentar untuk "KEPITING HARAM DIKONSUMSI Karena hidup di darat dan air..Apakah benar ??"
Posting Komentar