MASALAH DASAR DAN TUJUAN EKONOMI ISLAM: PERMASALAHAN DASAR EKONOMI MENURUT PANDANGAN EKONOMI MUSLIM DAN KESEJAHTERAAN SEBAGAI TUJUAN EKONOMI ISLAM


MASALAH DASAR DAN TUJUAN EKONOMI ISLAM: PERMASALAHAN DASAR EKONOMI  MENURUT PANDANGAN EKONOMI MUSLIM DAN KESEJAHTERAAN SEBAGAI TUJUAN EKONOMI ISLAM


PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui masalah ekonomi merupakan masalah  yang tidak terelakan akan terjadi pada setiap individu,masyarakat,  negara  bahkan  dunia.  Masalah ekonomi  yang  biasanya  yang  dihadapi  masyarakat akan berdampak pada kesejahteraan mereka yang terus berkurang. Selain  itu  pengangguran  juga  merupakan  masalah  ekonomi  yang  dihadapi  negara  pada umumnya  sebagai  akibat  dari  kemiskinan  itu  sendiri. Inti  dari  masalah  ekonomi  yang kita  pahami  selama  ini  adalah  kebutuhan  manusia  yang  tidak  terbatas  sedangkan  alat pemuas  kebutuhan  terbatas.  Para  ahli  ekonomi  konvensional  menyebutnya  sebagai masalah   kelangkaan.   Kelangkaan   atau   kekurangan   berlaku   sebagai   akibat   dari ketidakseimbangan  antara  kebutuhan  masyarakat  dengan  faktor-faktor  yang  tersedia dalam masyarakat.  Konsep   permasalahan   ekonommi   yang diungkapkan  oleh  para ahli ekonomi  muslim,  salah  satunya  adalah  Baqir  As-Sadr. Dia berpendapat   bahwa   sumber daya   pada   hakikatnya   melimpah   dan   tidak   terbatas. Pendapat  ini  didasari  oleh  dalil  yang  menyatakan,  bahwa  alam  semesta  ini  diciptakan oleh  Allah  dengan  ukuran  yang  setepat-tepatnya.  Segala  susuatunya  telah  diukur secara  sempurna. Allah  juga  telah  memberikan  sumber  daya  yang  cukup  bagi  seluruh manusia.  Baqr  As-Sadr  juga  menolak pendapat  yang  menyatakan  bahwa  keinginan manusia  tidak  terbatas.  Ia  berpendapat,  bahwa  manusia akan  berhenti  mengkonsumsi suatu barang dan jasa jika tingkat kepuasan terhadap barang dan jasa menurun atau nol. Menurut  ulama  ini,  yang  menjadi  sumber  utama  ekonomi  adalah  tidak  meratanya distribusi sumber daya diantara manusia. Tulisan ini  membahas tentang apa saja permasalahan dasar ekonomi konvensional serta menurut pandangan ekonomi muslim dan bagaimana mensejaterakannya sebagai tujuan ekonomi islam.   Konsep permasalahan  ekonomi  yang  diangkat  dalam   Islam   yang  berbeda  dengan  konsep permaslahan  yang  diangkat  dalam  ekonomi  konvensional,  begitu  juga  dengan  solusi yang ditawarkan.  Banyak  pemikir-pemikir  ekonomi  yang  menuangkan  gagasannya dalam  pembangunan  ekonomi  Islam. Oleh sebab itu judul dari tulisan ini adalah Masalah dasar dan tujuan ekonomi islam: permadalahan dasar ekonomi menurut pandangan ekonomi muslim dan kesejahteraan sebagai tujuan ekonomi Islam.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana nilai-nilai dasar ekonomi Islam?

2.      Bagaimana permasalahan dasar ekonomi?

3.      Bagaimana peran ekonomi Islam untuk kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan dari ekonomi Islam?

 

C.    Tujuan Penelitian

1.      Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai dasar ekonomi Islam.

2.      Untuk mengetahui apa saja masalah-masalah dasar ekonomi yang sering terjadi.

3.      Untuk mengetahui apa yang diberikan ekonomi Islam dalam mensejahterakan masyarakat sebai tujuan dari ekonomi Islam.

 

 

 

 

 

PEMBAHASAN

 

A.    Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Islam

Nilai Dasar Ekonomi Islam diturunkan dari inti ajaran Islam yaitu tauhid. Prinsip Tauhid ini melahirkan keyakinan bahwa kebaikan perilaku manusia adalah karakter kemurahan Allah SWT, segala aktivitas manusia di dunia ini termasuk ekonomi hanya dalam rangka untuk mengikuti petunjuk Allah SWT. Nilai tauhid ini diterjemahkan menjadi empat nilai dasar yang membedakan Islam dengan sistem ekonomi lainnya, yaitu:

1.      Kepemilikan

Dalam konsep Islam, segala sesuatu pada hakikatnya adalah milik absolut Allah SWT (QS. Yunus (10):55). Adapun manusia berperan sebagai kholifah (pengelola), yang diberi kepercayaan dalam mengelolanya sebagaimana tercantum dalam (QS.Al-Baqarah (2): 195) yang artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” ikatnya harta milik Allah SWT, namun manusia mendapatkan hak atas kepemilikan pribadi terhadap hasil dari usaha, tenaga dan pemikirannya, berupa harta, baik yang didapatkan melalui proses pemindahan kepimilikan berdasarkan transaksi ekonomi maupun hibah atau warisan. Islam sangat menghormati atas hak kepemilikan pribadi sekaligus menjaga keseimbangan antara hak pribadi, kolektif, dan negara. Pemahaman bahwa hakikat harta milik Allah SWT penting dalam Islam karena Islam sangat menganjurkan kegiatan kedermawanan.

2.      Keadilan dalam berusaha

Adil bukanlah sama rata numun, secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana setiap individu memiliki kesetaraan baik dalam perolehan hak maupun penghargaan. Dalam ajaran Islam, keadilan merupakan nilai paling mendasar sesuai dengan (QS.Al- Maidah (5): 8) Allah SWT, berfirman “wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan karena Allah, (ketika menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh, Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. Nilai keadilan harus diterapkan setiap kegiatan ekonomi, salah satunya dalam hal berusaha. Islam mendorong manusia untuk bekerja dan berusaha sesuai dengan (QS. Al-Jumua’ah (62): 10) Allah SWT berfirman “Apabila salat telah dilaksanakan maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung”. Disamping itu, adanya hasil dari usha ekonomi sebaiknya perlu dibatasi agar tidak berlebihan serta tidak adanya kepemilikan pribadi sebagi bentuk penimbunan harta yang berlebihan. Sesuai dengan firman Allah (QS. Al-Humazah (104):1-3) celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. “kelebihan harta dari hasil usaha ekonomi diupayakan maksimal dengan menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan bersama, agar tercapai prinsip yang berkeadilan sesuai dengan  (QS. Al-Baqarah (2): 267) “hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah SWT) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padalah kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah SWT, Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

3.      Kerjasama dalam kebaikan

Kegiatan ekonomi individu dan berjamaah semuanya didorong dalam Islam. Ekonomi yang dilakukan secara berjamaah, dijalankan berdasarkan kerjasama dan dilandasi semangat tolong-menolong dalam kebaikan, sebagaimana firman Allah SWT: “hai ornag-orang yang beriman janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan bintang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang menggunjungi Baitullah sedangkan mereka mencari karunia dan keridhoan dari Tuhannya dan apabiloa kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)  kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolog dalam berbiuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya “(QS. Al-Maidah (5):2).  Kompetisi dalam Islam berdasarkan kerjasama (cooperative  compotition) dengan semangat berlomba-lomba dalam menebarkan kebaikan.

4.      Pertumbuhan yang seimbang

Pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah dalam Islam penting dalam rangka mewujudkan tujuan keberadaan manusia di dunia yaitu beribadah kepada Tuhannya dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kerpada manusia dan alam semesta selaku rahmatan lil ‘alamin. Pertumbuhan ekonomi penting, namun harus tetap mengaja keseimbangan kesejahteraan spiritual dan kelestarian alam sebagaimana firman-Nya: “Dan bila dikatakan kepada mereka: “janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.” Mereka menjawab: “sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikkan.” (QS. Al-Baqarah:11)[1]

 

B.     Permasalahan Dasar Ekonomi

Inti dari permasalahan ekonomi yang kita pahami Selama ini adalah kebutuhan manusia yang tidak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan terbatas. Para ahli ekonomi konvensional menyebutnya sebagai masalah kelangkaan. Kelangkaan ini berlaku sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan masyarakat dengan faktor-faktor yang tersedia dalam masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat tidak dapat memperoleh dan menikmati semua barang yang mereka butuhkan atau inginkan. Mereka dituntut untuk bisa membuat pilihan. Selama sumber daya tersedia dalam jumlah terbatas sementara kebutuhan manusia tidak ada batasnya maka akan selalu ada masalah perekonomian, itulah yang disebut dengan masalah ekonomi. Masalah inti ekonomi berupa kelangkaan ini kemudian melahirkan masalah lain, khususnya dalam lingku suatu negara. Bagaimana suatu negara mengelola sumber daya yang dimiliki yang jumlahnya terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang tidak   terbatas dari seluruh penduduk suatu negara. [2]

Peran utama ilmu ekonomi adalah memutuskan dalam menentukan pilihan dari berbagai alternatif yang ada mengenai masalah pokok ekonomi, apa yang akan diproduksi, bagaimana dan kapan diproduksi, serta kepada siapa output didistribusikan:[3]

1.      Barang apa yang harus diproduksi (What)

Dengan sumber daya yang tersedia terbatas, dan penggunaannya bersifat alternatif, serta tingkat kebutuhan dan keinginan dari suatu masyarakat yang tidak terbatas dan sangat bervariasi, pertanyaan “barang apa yang harus diproduksi”, menjadi salah satu masalah ekonomi modern.

2.      Bagaimana barang harus diproduksi (How)

Barang diproduksi dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang ada. Bagaimana cara yang paling efektif dan efisien untuk menghasilkan barang produksi dengan faktor-faktor produksi yang tersedia. Metode dan teknologi apa yang dapat digunakan dalam kegiatan produksi barang tersebut agar kegiatan produksi tersebut dapat dilakukan seefisien mungkin.

3.      Untuk siapa barang tersebut diproduksi (for Whom)

Kepada siapa barang hasil kegiatan produksi tersebut akan disalurkan sehingga keuntungan maksimal dapat diperoleh, hal ini berkaitan dengan segmentasi pasar. Dari sudut pandang suatu negara, pertanyaannya dapat menjadi: kepada siapa hasil-hasil kegiatan produksi itu akan disalurkan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Permasalahan Dasar Ekonomi menurut Pandangan Islam

Banyak pemikir ekonomi muslim yang yang membahas tentang permsalahan ekonomi dalam Islam diantaranya ialah Baqr As-Sadr. Imam Al-Sayid Al-Tsahid Muhammad  Baqr bin Al-Sayyid Hairar Ibn Ismail A-Sadr lahir di Kazhimiyyah, pinggiran kota Baghdad, Irak pada tanggal 1 Maret 1935. Muhammad Baqr As-Sadr merupakan pemikir muslim yang produktif dalam menghasilkan karya di berbagai bidang disiplin ilmu. Kitab Iqtishduna telah terbukti sebagai salah satu studi komperatif dalam sistem ekonomi Islam, kapitalis, dan sosialis marxisme, dan dikutip oleh hampir seluruh ekonomi modern. Menurutnya masalah ekonomi ini muncul karna adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang memperbolehkan adanya eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya sementara yang lemah yang menjadi miskin karena ketidakmerataan tersebut.[4] Oleh karena itu Ekonomi Islam ada       mengatasi masalah-masalah ketidakmerataan distribusi sumber daya.

Beberapa permasalahan ekonomi Islam yang sering ditemui:[5]

1.    Ketidakmerataan Distribusi Sumber Daya

Distribusi sumber daya yang tidak merata antarindividu atau wilayah merupakan salah satu penyebab kelangkaan relatif. Terdapat daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam atau akan tenaga kerja. Disisi lain, terdapat pula daerah yang yang miskin sumber daya. Adanya perbedaan ketersediaan sumber daya alam di beberapa daerah menimbulkan masalah kelangkaan relatif, namun dalam jangka panjang dimungkinkan manusia untuk belajar dan melakukan inovasi agar kebutuhannya terpenuhi. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 Ayat (3) menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis dalam kitab Bulughul maram: “Dari salah seorang sahabat radhiyallahu’anhu, ia berkata: Saya berperang bersama Nabi SAW, lalu aku mendengar beliau bersabda: Manusia adalah serikat dalam tiga hal: dalam padang rumput, air, dan api.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Hadis tersebut melarang adanya kepemilikan individu atau bahkan memonopoli terhadap tiga sumber alam utama yaitu air, rumput, dan api. Sebagai contoh, mata air dan sumur wajib dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Seseorang yang mempunyai sumber air wajib mengizinkan orang lain mengambil airnya, tidak dibenarkan memonopoli untuk diri sendiri dan keluarganya saja, berlaku juga pada sumber daya yang lainnya.

2.    Manusia Memiliki Kemampuan terbatas dan Berpotensi Serakah

Setiap manusia memiliki hawa nafsu atau kecenderungan untuk memenuhi keinginannya, yang baik ataupun yang buruk. Al-quran banyak mengingatkan bahwa banyak diantara manusia yang terjebak mengikuti hawa nafsunya. Dominasi hawa nafsu dalam pengambilan keputusan dapat berakibat pada penggunaan sumber daya melebihi dari yang dibutuhkan seperti pemborosan, penyalahgunaan sumber daya (seperti minuman memabukkan, perjudian), atau akan terjadinya perusakan sumber daya (seperti pembalakan liar). Bentuk lain dari tidak bersyukur diantaranya ialah serakah atau tamak dan selalu merasa kurang dalam urusan duniawi. Keserakahan ini menimbulkan perilaku berlebihan dalam konsimsi maupun produksi, sehingga berdampak pada kelangkaan sumber daya yang lebih cepat. Salah satu bentuk perilaku tidak sabar adalah keinginan untuk mengambil jalan pintas.

 

C.    Kesejahteraan sebagai Tujuan Ekonomi Islam

1.         Tujuan Ekonomi Islam

Ekonomi konvensional telah mencanangkan dua tujuan. Tujuan yang pertama bersifat positif dan berhubungan dengan realisasi efisiensi dan pemerataan dalam alokasi dan distribusi sumber-sumber daya. Tujuan yang lain dapat dianggap sebagai nornatif dan diungkapkan dalam bentuk sosioekonomi yang secara universal diinginkan, seperti pemenuhan kebutuhan, keadaan kesempatan kerja penuh, laju pertumbuhan ekonomi yang optimal, distribusi pendapatan yang adil (merata), stabilitas ekonomi dan keseimbangan lingkungan hidup.

Ekonomi Islam selain berkonsentrasi pada alokasi dan distribusi sumber-sumber daya seperti pada ekonomi konvensional namun tujuan utamanya adalah merealisasikan maqashid syari’ah. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa tujuan utama syari’ah (maqashid syari’ah) adalah mendorong kesejahteraan manjusia, yang terletak pada perlindungan terhadap agama mereka (din), diri (nafs), akal, keturunan (nasl), dan harta benda (mal). Kaimanan (agama) ditempatkan pada urutan pertama, karena berpengaruh secara siknifikan terhadap hakikat, kuantitas dan kualitas kebutuhan materi maupun psikologi serta cara mempuaskannya. Harta benda ditempatkan pada tujuan terakhir bukan karena dianggap tidak penting, melainkan bahwa kemampuan harta dalam mewujudkan kebahagiaan manusia akan sangat bergantung pada maniusia itu sendiri. Dengan kata lain, harta saja sebagai benda tidak dengan sendirinya mampu memberikan kebahagiaan kepada manusia. Diri, akal, dan keturunan berkaitan erat dengan manusia itu sendiri, sehingga kebahagiaannya menjadi tujuan utama syari’ah. Dengan memasukkan diri manusia, akal dan keturunannya akan memungkinkan terciptanya suatu pemenuhan yang seimbang terhadap semua kebutuhan hidup manusia.

Dengan berpatokan pada penjelasan maqashid syaria’ah di atas, maka dapat dirumuskan bahwa tujuan ekonomi Islam itu sebagai berikut:

a.       Kesejahteraan ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran yaitu: QS. Al-Baqarah ayat 2 dan 168, Al-Maidah ayat 87-88, Al-Jumu’ah ayat 10).

b.      Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (dasar pemikiran yaitu: QS. Al-Hujurat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Al- Shuara ayat 183).

c.       Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (dasar pemikiran yaitu: QS. Al-An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32).

d.      Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial (dasar pemikiran yaitu: QS. Al-Ra’du ayat 36, QS. Lukman ayat 22).

 

2.         Ekonomi Islam Menjamin Kesejahteraan Umat Manusia

Dalam ekonomi Islam, kesejahteraan diukur berdasarkan pada prinsip terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat, bukan atas dasar penawaran dan permintaan, pertumbuhan ekonomi, cadangan defisa, nilai mata uang ataupun indeks harga-harga di pasar non riil. Oleh karena itu, untuk mencapai terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat, maka ekonomi Islam dilakukan dengan melaksanakan hal-hal berikut ini:

1.      Pengaturan atas kepemilikan

Kepemilikan dalam ekonomi Islam dibagi tiga. Pertama, kepemilikan umum. Kepemilikan umum meliputi semua sumber, baik dnegan keras, cair maupun gas, seperti minyak, besi, tembaga, emas dan gas: termasuk semua yang tersimpan diperut bumi dan semua bentuk energi, juga industri berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya. Dalam hal ini, negara hanya mengeksplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam bentuk barang maupun jasa. Kedua, kepemilikan negara. Kepemilikan negara meliputi semua kekayaan yang diambil negara seperti pajak dengan segala bentuknya serta perdagangan, industri dan pertanian yang diupayakan oleh negara, di luar kepemilikan umum. Semua ini dibiayai oleh negara sesuai dengan kepentingan negara. Ketiga, kepemilikan individu. Kepemilikan ini da;pat dikelola oleh individu sesuai dengan hukum syari’ah.

2.      Penghapusan sistem ribawi

Ekonomi Islam melarang riba, baik nasi’ah maupun fadl: juga menetapkan pinjaman untuk membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa tambahan (bungga) dari uang pokoknya. Di Baitulmal (kas negara Daulah Islamiyah), masyarakat dapat memperoleh pinjaman bagi meraka yang membutuhkan, termasuk para petani, tanpa ada unsur riba sedikitpun di dalamnya.

3.      Pengharaman Sistem Perdagangan di Pasar Non-Riil

Adapun yang termasuk ke dalam pasar non rill (virtual market) saat ini adalah pasar sekuritas (surat-surat berharga), pasar berjangka (komoditas emas, CPO, tambang dan energy dan lain-lain) dan pasar uang. Ekonomi Islam melarang penjualan komoditi sebelum barang menjadi milik dan dikuasai oleh penjualnya, haram hukumnya menjual barang yang tidak menjadi milik seseorang. Haram memindah tangankan kertas berharga, obigasi dan saham yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga mengharamkan semua sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh kapitalisme, denagn klaim kebebasan kepemilikan. Inilah ekonomi Islah yang benar-benar akan menjamin kesejahteraan masyarakat dan bebas dari goncangan krisis ekonomi.[6]

 

 

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Empat nilai dasar yang membedakan Islam dengan sistem ekonomi lainnya, yaitu:

1.      Kepemilikan

2.      Keadilan dalam berusaha

3.      Kerjasama dalam kebaikan

4.      Kebutuhan yang seimbang

Inti dari permasalahan ekonomi yang kita pahami Selama ini adalah kebutuhan manusia yang tidak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan terbatas. Para ahli ekonomi konvensional menyebutnya sebagai masalah kelangkaan. Kelangkaan ini berlaku sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan masyarakat dengan faktor-faktor yang tersedia dalam masyarakat.

Beberapa permasalahan ekonomi Islam yang sering ditemui:

1.      Ketidakmerataan Distribusi Sumber Daya

2.      Manusia Memiliki Kemampuan terbatas dan Berpotensi Serakah

Tujuan Ekonomi Islam

Ekonomi konvensional telah mencanangkan dua tujuan. Tujuan yang pertama bersifat positif dan berhubungan dengan realisasi efisiensi dan pemerataan dalam alokasi dan distribusi sumber-sumber daya. Tujuan yang lain dapat dianggap sebagai nornatif dan diungkapkan dalam bentuk sosioekonomi yang secara universal diinginkan, seperti pemenuhan kebutuhan, keadaan kesempatan kerja penuh, laju pertumbuhan ekonomi yang optimal, distribusi pendapatan yang adil (merata), stabilitas ekonomi dan keseimbangan lingkungan hidup.

untuk mencapai terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat, maka ekonomi Islam dilakukan dengan melaksanakan hal-hal berikut ini:

1.      Pengaturan atas kepemilikan

2.      Penghapusan sistem ribawi

3.      Pengharaman Sistem Perdagangan di Pasar Non-Riil

 

B.     Saran

Demikian makalah yang telah kami buat, namun dari kami kami menyadari bahwa kesalahan masih sering terjadi dalam menyusun makalah ini, untuk itu kami memohon untuk memberikan masukan atau saran demi kemajuan dan koreksi makalah yang kami buat agar menjadi lebih baik lagi nantinya.

C.    Penutup

Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Penulis hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kakurangan, sehingga kritik serta saran sangat dibutuhkan. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Anzalani, Laily. “Ekonomi Syariah” (2018): 14.

Fadilla, Fadilla. “Permasalahan Ekonomi Sesungguhnya Dalam Islam.” Islamic Banking : Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Perbankan Syariah 3, no. 1 (2017): 1–10.

PPPk. “Pembelajaran Permasalahan Dasar, Motif, Prinsip Ekonomi, Dan Pelaku Ekonomi” (n.d.): 17–36.

Sosial-ekonomi, Berbagai Permasalahan. “Ekonomi Islam : Solusi Terhadap.” S Syaparuddin (2010).

 

 

 

 



[1] Laily Anzalani, “Ekonomi Syariah” (2018): 14.

[2] Fadilla Fadilla, “Permasalahan Ekonomi Sesungguhnya Dalam Islam,” Islamic Banking : Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Perbankan Syariah 3, no. 1 (2017): 1–10.

[3] PPPk, “Pembelajaran Permasalahan Dasar, Motif, Prinsip Ekonomi, Dan Pelaku Ekonomi” (n.d.): 17–36.

[4] Fadilla, “Permasalahan Ekonomi Sesungguhnya Dalam Islam.”

[5] Anzalani, “Ekonomi Syariah.”

[6] Berbagai Permasalahan Sosial-ekonomi, “Ekonomi Islam : Solusi Terhadap,” S Syaparuddin (2010).

Berikan Komentar untuk "MASALAH DASAR DAN TUJUAN EKONOMI ISLAM: PERMASALAHAN DASAR EKONOMI MENURUT PANDANGAN EKONOMI MUSLIM DAN KESEJAHTERAAN SEBAGAI TUJUAN EKONOMI ISLAM"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel